-->
Menu
/

www.MomsInstitute.com - Kisah fiksi dari cerpen keluarga ini bisa membuat pembaca berhenti sejenak, bahwa hidup bukan hanya sebuah capaian dunia saja. Ada orang-orang terkasih yang tanpa pamrih selalu mendukung. Jadi, pernahkah kita menatap sesama keluarga sendiri? atau melupakannya dalam kubangan luka atau juga berpesta dalam kepura-puraan.

Part Kehilangan. 

Seminggu telah berlalu sejak kejadian itu. Hana masih menunggu di kamar pasien anak lelaki yang telah menyelamatkan hidupnya. Matanya penuh dengan harapan ingin melihat orang yang telah menyelamatkan hidupnya saat ini sadarkan diri. Masih teringat di benaknya kejadian pahit waktu itu. Anak lelaki ini rela dihajar pemuda-pemuda pemabuk itu, berjuang untuk menyelamatkannya. 

Ada sebuah penyesalan saat meninggalkannya waktu itu untuk melarikan diri. Air matanya mulai menetes. “Maaf, Kak Bondan,” suaranya lirih. Hana masih menggenggam tangan kanan anak lelaki penyelamatnya itu. 

“Hana, sudah waktunya kita harus bersiap-siap kembali ke Tokyo,” suara ibu Hana lirih sembari mengelus rambut putrinya. “Mama tahu perasaanmu saat ini, tetapi kita tidak bisa menunda lagi keberangkatan kita.” 

Hana mulai luluh saat ibunya dengan sabar mengajaknya untuk kembali ke Tokyo. “Ma, apakah Kak Bondan sanggup bertahan? Saat dia bangun pasti akan hancur hatinya saat mengetahui kedua orang tuanya meninggal. Hidupnya sebatang kara dan tidak memiliki tempat tinggal. Rumahnya terbakar habis, Ma. Dia telah kehilangan segalanya, bahkan hidupnya hampir terengut hanya untuk menolongku, seseorang yang bahkan tidak dikenalnya. Seharusnya malam itu dia pergi menolong orang tuanya, bukan aku, Ma,” Hana mulai menangis. 


KELUARGA
Esterina Nurjanti


Banyak orang suka teriak sesuka hatinya. Tak pernah peduli dengan orang lain. Melampiaskan begitu saja dengan kemarahannya agar merasa puas dan sesudah itu pergi. Hanya tertinggal sebuah kesedihan, sebuah luka yang mungkin tak akan pernah terlupa seumur hidupnya. Disimpan dalam hati tanpa mengeluh agar orang-orang akan melihat begitu kuatnya dia menjalani hidupnya. 


Seperti ibuku yang lebih memilih memendam kesedihan hatinya saat ayahku tanpa ampun memaki-maki ibu. Mencari alasan-alasan setiap kali bertemu agar bisa melampiaskan kemarahannya sampai puas. Sesaat teriak itu kudengar lagi dan lirih suara seseorang menangis, menangis ketakutan. Aku benci dengan tangis itu. Selalu mengingatkanku dengan ibuku.  

Judul: Keluarga
Penerbit: Mandiri Jaya
Pengarang: Esterinanurjanti ; penyunting, Nisa Yustisia
Tahun: 2019
ISBN: 978-623-7277-75-0


Bagi yang ingin memesan buku bisa langsung pesan ke nomor 0812-1400-7545 atau langsung klik di PenerbitMJB

Salam Inspirasi 

Powered by Blogger.