-->
Menu
/

www.MomsInstitute.com - Romantika Cinta sepasang hati manusia, ada suka dan duka. Namun, perjalanan cinta ini akan menjadi jejak kenangan yang tak terlupakan. Cinta yang memberikan rasa rindu dan menentramkan, karena cinta sejatinya selalu membuat hati terpaut pada Ilahi. Berikut ini kisah Romantika Cinta dari penulis-penulis Indonesia, simak kisahnya. 


Romantika Cinta 

Pertemuan Unik
Oleh: Hasnah Siregar


“Kenal di mana?” 
Sering sekali pertanyaan bernada sama muncul saat bercengkerama dengan teman lama. Saat aku menjawab dengan jujur, delikan mata dan kerutan di dahi akan jelas sekali tergambar di wajah mereka. Nekat sekali perempuan ini! Hati mereka mungkin membatin.

Pernikahanku dengan Yusuf sudah memasuki usia tiga tahun di bulan Mei nanti. Dua bidadari telah hadir menyemarakkan istana cinta. Ditambah dengan seorang pangeran berusia lima tahun turut menuai gelak tawa bahagia. Hasil dari ikatan suci pertama yang terporak-porandakan oleh orang ketiga dan keempat.

Allah Maha Baik. Begitu mudah memainkan kun fa yakun-Nya. Dua tahun kesedihan yang dilalui, dengan cepat Ia sulap dengan kebahagiaan. Apa yang diambil kembali akan diganti dengan yang lebih baik jika manusia ikhlas melepaskan. Pun aku, terus mencoba menggali lubang kebencian, mencampakkan tanah dendam, dan menutupnya dengan tanah kepasrahan. Semua kepedihan pasti ada hikmah di baliknya. Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu baik bagimu. Kalam Ilahi yang mendongkrak semangat dan mencampakkan hasrat ingin mengakhiri hidup.


Akhir Penantian
Oleh: Yuliarti


Siang itu pulang kerja kulihat tergeletak sebuah kertas warna hijau di meja. Undangan lagi, batinku.

Akhir-akhir ini banyak sekali undangan yang kuterima. Baik itu dari tetangga, saudara, maupun teman sekolah. Mereka seusia atau lebih muda dariku. Meskipun usiaku baru dua puluh dua tahun tapi setiap membaca nama di undangan jadi berasa tua. 

Kebanyakan remaja di kampungku memilih bekerja setelah lulus sekolah. Beberapa yang lain mengikuti pelatihan ingkat setara D1 lalu bekerja. Sementara aku memutuskan untuk melanjutkan kuliah sarjana. Jadi, saat aku masih berkutat dengan tugas kuliah, mereka sudah menikah. Awalnya itu bukan masalah yang besar. Akan tetapi sering mendengar pertanyaan yang sama ‘Kamu kapan nikah?’ membuatku tidak nyaman.


Cinta dan Cita-Cita
Oleh: Alma Prisilya


Farla menyangka selama ini semua baik-baik saja. Tak ada raut wajah tak suka. Tak ada nada suara yang tak ramah. Semuanya wajar dan terkesan tak ada masalah. Beberapa kali ibunya bertanya tentang perihal lelaki yang mungkin sedang dekat dengannya. 

“Siapa pacar Ayuk nih? Kenalinlah sama ibuk,” katanya sembari sibuk memotong-motong sayur.  Pasangan ibu dan anak itu memang lebih banyak mengobrol saat tengah berkutat di dapur seperti ini. 

“Ha ha ha… Ada laaaah. Nanti kalo dah selesai sekolah baru kenalan sama ibuk,” sahutnya sambil tertawa. 
Entah penasaran atau memang ingin anaknya segera memiliki hubungan serius sehingga ibu Farla terus-terusan menyelidik begitu. Sudah beberapa kali ia bertanya hal serupa dengan berbagai cara. 


Tak Kenal Maka Tak Sayang
By: Asri Wening


“Sebel aku, tuh si Nanda berulah lagi di praktikum Farmakologi. Karena ulah sok pintarnya, membuat praktikum grupku hari ini ditiadakan,” kata Dian padaku sambil terus makan. Walau sedang makan dia masih bisa banyak berbicara, kadang-kadang aku takut nanti dia tersedak makanannya karena terus saja berbicara. 
Telah setengah jam dia terus berbicara di depanku sambil mengunyah lotek terenak di kampus ini. Lotek di dekat lab. Mikrobiologi ini memang terkenal sebagai lotek yang paling enak di seantero kampus ini. Walaupun tempatnya tak begitu bagus, tapi bagi kami mahasiswa yang penting murah dan enak. 
“Kamu sendiri sedang menunggu praktikum apa, Ver?” tanya Dian mengganggu kekhusyukanku makan.


Jodoh Surgaku
Oleh: Ina Pergiyati 


Setiap Rabu setelah ashar pada minggu kedua, biasanya Indri pergi wirid di komplek perumahan tempatnya ia tinggal. Seperti biasanya ia sedang bersiap-siap untuk pergi wirid, tiba-tiba terdengar dering telepon tanda panggilan masuk dari Mbak Alfiah tetangga belakang rumah sewanya.

“Assalamu’alaikum, Mbak.”
“Wa’alaikumussalam, Indri bisa nggak ke rumah sebentar?” pinta Mbak Alfiah.
“Maaf Mbak, saya mau pergi wirid pula ni.”
“Sebentar saja, soalnya ini penting.”
“InsyaAllah, Mbak.” 

Setelah selesai berjilbab Indri bergegas ke rumah Mbak Alfiah. 
Beberapa bulan yang lalu saat Indri berkunjung ke rumahnya, Mbak Alfiah pernah mengutarakan niat untuk mengenalkan salah satu temannya yang bernama Wahyu. Kebetulan Wahyu adalah seorang duda beranak tiga yang istrinya meninggal akibat kanker servik. Kedatangan Indri sore ini ke rumahnya untuk dikenalkan dengan Wahyu seperti yang ia janjikan.


Pesan dari Langit
Oleh: Ana Anggraini


Suara deru mobil terdengar di halaman rumah Lilis. Disusul teriakan riuh bocah berusia lima tahun yang baru keluar dari kendaraan tersebut. Dua anak lelaki kembar itu berlarian untuk sampai duluan. Di belakangnya sepasang suami istri berjalan santai. Sejurus kemudian, pintu terbuka. Tampak Lilis memasang senyum tipis. Mempersilakan tamunya untuk segera masuk. Ada yang bergejolak di hati perempuan itu melihat betapa serasi pasangan di hadapannya. 
“Kamil sama Kamal mau dititipin di sini lagi?” tanya Lilis sembari duduk di kursi. 

“Iya, Mbak. Mereka lebih memilih ditinggal di sini, katanya bisa main sama Kak Rama,” jawab Andita. Kedua anaknya segera menuju tempat Rama –putra Lilis—biasa bersantai di teras belakang di akhir pekan. 


Getar Cinta di Lorong Goa
Oleh :Siti Sachlia


31 Mei 2015
Hari ini aku memutuskan resign dari kantor yang sudah banyak membantu kebutuhan hidupku selama di kota Bandung ini. Alasan kenapa aku bekerja di sana adalah juga alasan kenapa aku memutuskan untuk berhenti. Saat ini aku sedang study S2 Fisika di sebuah kampus negeri terfavorit di kota Bandung semester akhir. Kampus yang menjadi impian bagi banyak orang. Sayang, kampus hanya memberi aku beasiswa full SPP, sedangkan biaya hidup di kota besar ini aku harus berusaha sendiri. Itulah kemudian alasan kenapa akhirnya aku melamar kerja paruh waktu. 

Dengan jarak yang cukup jauh, antara kosan, kampus dan kantor aku harus berpacu dengan waktu. Hingga kemudian, beberapa kali angkutan umum yang aku tumpangi sering kali 'ngetem' lama dan menyebabkan aku sering terlambat tiba di kantor dan mendapat teguran. Sejujurnya aku mulai merasa kewalahan membagi waktu dengan segala tugas kampus, draft thesis yang tak kunjung ada kemajuan, dan jam kantor on –time yang mulai terasa berat. 


Ketika Istri Harus Bekerja
Oleh: Nayfara


Aku galau. Melihat teman-teman wanita seusiaku yang bisa bekerja membantu suami menambah penghasilan. Sementara aku hanya tinggal di rumah sepanjang tahun sejak lulus kuliah. Dalam arti tidak bekerja kantoran layaknya teman-teman yang telah mengantongi gelar sarjana. 

Alasan demi alasan kuutarakan, berharap bisa mendapatkan izin dari suami tercinta agar bisa bekerja. Memiliki penghasilan sendiri sepertinya lebih menyenangkan. Tidak perlu menengadahkan tangan untuk dapat membeli ini itu segala macam kebutuhan atau barang-barang yang kuinginkan. 

Akhirnya suami pun mengizinkan aku bekerja, dengan syarat semua urusan rumah sudah selesai dan hanya diperbolehkan bekerja dari rumah. Aku mengerti dengan syarat yang diajukan, mengingat ketiga anakku masih kecil. Mau dititipkan ke siapa jika nantinya aku bekerja di luar rumah?

Aku Dan Gadis Bercadar
Oleh: Nanda Aneka Putri


Namaku Rian, aku sudah lulus SMA sejak satu tahun yang lalu. Aku tidak melanjutkan kuliah seperti teman-temanku karena aku memang tidak tertarik untuk menjadi sarjana dan sekarang aku bekerja membantu berdagang di toko orang tuaku.

Namun sejak kepergian bapakku beberapa bulan yang lalu beliau berpesan agar sebaiknya aku melanjutkan pendidikan ke pesantren. Sebenarnya aku agak berat hati mengikuti wasiat bapak, apalagi aku bukan anak yang begitu religius dan mencintai kebebasan. Tapi ya mau tidak mau aku akan melakukan permintaan terakhir bapakku karena aku sangat mencintai dan menghormati beliau, dan aku yakin bapak ingin segala yang terbaik untukku.

Perjalanan Kita
Oleh : Erlina Nitasari


" Samudera kehidupan, kuberlayar "
Hidup ini begitu indah dan luar biasa. Setelah menempuh perjalanan berliku menempa diri dengan menimba ilmu, akhirnya aku berlabuh pada bahumu. Bahu yang menenangkan dan berjanji menemaniku hingga pada suatu saatnya nanti. Terucap janji suci pada penghujung tahun 2004 dahulu, kutambatkan hati dan kurelakan engkau menjadi imamku. Hingga kini, 15 tahun telah berlalu, tak terasa kita telah sebiduk berdua. Mengukir cerita dan melantunkan doa bersama, agar kelak kita dipertemukan kembali, di jannah-Nya nanti.
***
Suasana pagi begitu indah, seindah kehidupan kita. Sepasang buah cinta membuat cerita kehidupan kita begitu berwarna. Walau selama ini ada saja kendala yang menguji kita, namun kita mencoba bertahan.


Lelaki di Masa Lalu
Oleh: Lusy Kosasih


“Maaf, aku tak bisa meneruskan hubungan kita. Studiku sungguh terganggu, ditambah lagi permintaan umi yang menginginkan wanita kuat untuk mendampingiku.” Ucap Zumar. 
Tak sepatah kata pun keluar dari mulut Ucy saat pria yang beberapa bulan telah mengisi hatinya pergi begitu saja. Ucy hanya diam mematung sambil menyeka butiran airmatanya yang mulai berjatuhan. Meski terasa menyakitkan, namun ia harus terlihat baik-baik saja di antara ramainya orang. 

***
Sudah beberapa bulan kejadian itu, Namun kata-kata itu masih selalu terngiang di telinga Ucy. Perempuan berkerudung dengan postur tubuh sedang, selalu berusaha membuat senang orang di sekitarnya,  namun berkali-kali terluka. Tapi kali ini, alasan yang diterima benar-benar membingungkan dan memunculkan berbagai pertanyaan besar.


Nostalgia Cinta
Oleh: Dewi Mayangsari


Bukankah bagi wanita lebih baik dicintai daripada mencintai orang yang tidak tidak menyayanginya? Dan bagi wanita muda itu, suaminya telah mengambil hatinya yang telanjur kecewa dengan kaum adam. Terpaut usia yang cukup jauh tak membuat Melisa ragu dengan pria tinggi kurus yang telah mempersuntingnya bertahun lalu.

Terlahir dalam keluarga yang utuh di luar tetapi hancur di dalam, karena orang ketiga memaksa Melisa untuk bersikap jauh lebih dewasa dibandingkan seusianya. Ayah yang sepatutnya menjadi pemimpin dalam rumah tangga justru bermain api dengan wanita lain. 

Kadang hal itu berimbas pada Romy, harus menjadi korban penuduhan istrinya yang ketakutan akan hadirnya wanita lain seperti dilakukan ayahnya dulu. Tak hentinya diwaspadai dan dinasihati bila memang ada yang lain lebih baik Melisa mundur dari perjalanan cinta ini. 



Ujian Cinta
Oleh: WK. Gemilang


Pernikahan kami tujuh tahun lalu bukan atas dasar saling mencintai. Proses yang kami lalui relatif singkat untuk akhirnya bersanding di pelaminan. Saya yakin jika perempuan yang kini jadi istri saya adalah jodoh terbaik yang Allah kirimkan. Istri saya pun merasa demikian. Yang kami lakukan sebelum menikah hanya sebuah usaha untuk menjadi pribadi yang baik dan berdoa semoga bertemu dengan pasangan yang baik pula.

Membangun cinta, itu yang kami lakukan setelah akad nikah terucap. Cukup berat rasanya memulai rumah tangga dengan jarak yang memisahkan. Saya harus berada di ibu kota, sedangkan istri berada di Cirebon. Long distance relationship kami jalani kurang lebih empat bulan pertama pernikahan. Dalam kurun waktu itu kami terus berdiskusi untuk menentukan rumah tangga seperti apa yang akan kami jalani. Saya berpendapat tak ada salahnya membina sebuah keluarga dengan hubungan jarak jauh. Sedangkan istri berpendapat sebaliknya. Menurutnya rumah tangga harus dibangun dengan pola komunikasi yang intens tanpa jarak yang memisahkan.


Lelaki Pilihan
Oleh: Ery M Rifai


Lima pucuk surat bersampul putih itu masih tergeletak di dalam laci meja seperti  kemarin. Posisinya masih sama, berjejer rapi dan tak ada yang berubah. Semuanya atas nama yang berbeda, sedangkan isinya satu tujuan yaitu menyatakan cinta.

Aku tak habis pikir, bagaimana bisa lima orang menyatakan perasaannya dalam waktu yang hampir bersamaan. Semuanya satu kantor lagi. Padahal banyak gadis-gadis lain yang jauh lebih cantik dengan pendidikan yang lebih tinggi pula. Sedangkan aku apa? Kriteria cantik tak ada, standar saja. Posisi kerja juga cuma sebagai administrasi produksi. Rasanya tak ada yang bisa dibanggakan. Namun, di antara mereka tak ada satu pun yang bisa membuatku untuk tergerak memilih. Justru di luar lima pengirim surat itu, sebenarnya ada satu kumbang yang menarik perhatianku. Namanya Arif. Dia sosok yang sederhana, pemalu, dan ganteng menurutku. Kulitnya putih, bermata agak sipit dengan tinggi tubuh seratus tujuh puluh lima sentimeter. Sangat ideal. Akan tetapi ada satu kurangnya, yaitu usianya ada di bawahku tiga tahun.


Karena Aku Memilihmu
Oleh: Yulia Dwi Ernawati


“Kamu sudah mantap ingin menikah dengannya, Ndhuk?”
Bapak menatapku lekat-lekat, mencari kepastian dari dalam mataku. Aku hanya diam dan menundukkan kepala. Bapak menghela napas. Diamku adalah jawaban. Tak perlu lagi bapak mengulangi pertanyaannya. 

Aku tahu ada sedikit beban menggelayut di hati bapak. Anak gadisnya yang baru beranjak dewasa, memutuskan untuk menikah muda. Bukan hal yang mudah untuk melepas dengan ikhlas. Apalagi anak gadisnya itu baru beberapa tahun tinggal bersamanya lagi. Sebelumnya, aku merantau di luar kota saat menempuh pendidikan SMA.


Cinta Pengantar Hidayah
Oleh: Ni Kadek Rai


"Apa yang kau harapkan dari hubungan seperti ini? Hanya membuang-buang waktu.  Ingat, jangan sampai kamu terbawa-bawa ke ajarannya!" Menik berkata penuh penekanan. Maharani hanya mampu mengangguk. Ruangan tamu berdesain minimalis itu seketika terasa pengap, sesak oleh berbagai rasa yang membuncah di dada gadis tinggi ramping itu. Ia paham konsekuensi hubungan yang terjalin dengan Mahes, sangat kecil kemungkinan berlanjut ke jenjang pernikahan mengingat hal mendasar menjadi jurang pemisah. Tidak ada yang tahu ke mana dan kepada siapa cinta akan berlabuh. Pada suatu saat, pilihan tetap harus dilakukan, suka ataupun tidak suka dengan pilihan yang ada.


18 Tahun yang Luar Biasa
Oleh : Sovie Yustiar Briyandini


Waktu itu aku masih berseragam putih abu-abu, sedangkan kamu sudah duduk di bangku kuliah. Perkenalan kita terjadi secara tidak sengaja di sebuah acara makan bersama. Kebetulan salah satu temanku adalah temanmu juga. Berawal dari situlah, akhirnya kita berteman. Aku yang boleh dibilang tomboy selama ini memang lebih banyak memiliki teman laki-laki, dan menurutku kamu adalah teman yang menyenangkan. Kamu tidak pernah komplain dengan penampilanku yang katanya slengekan dan tidak girly. 

Beberapa teman perempuanku ada yang berkomentar kurang menyenangkan terhadapmu. Katanya kamu itu tidak keren sama sekali. Hanya karena kamu berambut gondrong dan cuma naik vespa. Tapi patokan pertemananku bukan berdasarkan keren atau tidak. Aku lebih mencari sebuah kenyamanan dalam pertemanan dan rambut gondrong bukan tolak ukur kamu laki-laki baik atau tidak. 

Istri Berhati Cantik
Oleh: Sofyan Hadi


Lima tahun telah berjalan semenjak lulus kuliah, aktivitas sehari-hari adalah mengajar di salah satu SMA di daerahku. Tepat enam bulan setelah diwisuda menjadi sarjana, ayah terbaik meninggalkan kami, kami sangat kehilangan sosok ayah yang sangat dihormati karena begitu gigihnya memberikan pendidikan yang terbaik unutuk anak-anaknya walaupun keberadaan kami bukanlah keluarga yang berada. Kami adalah empat bersaudara, aku adalah anak kedua, ketika ayah meningal, adik pertamaku yang laki-laki baru saja tamat sekolah menengah atas, dan si bungsu baru  saja kelas tiga sekolah dasar.   

Ketika wisuda, ayah berpesan agar segera pulang kampung, ternyata dia telah mencarikan lowongan pekerjaan untukku. Setelah beberapa tahun kemudian, barulah aku menyadari pesan ayah, amanah yang besar untuk menjadi kepala rumah tangga menggantikan beliau, menjadi ayah bagi adik-adik untuk melanjutkan sekolah. Susah senang menjadi bumbu dalam kehidupan sehari-hari.


Rahasia Cinta
Oleh: Shi – Shi


Alunan accapela terdengar syahdu, mengiringi empat orang nasyider yang sedang menghibur para pengunjung pesta. Aku menatap haru, dua orang pengantin yang bersanding di pelaminan. Ini merupakan pernikahan yang menakjubkan bagiku. Seperti kisah Siti Nurbaya di zamannya. Melalui perantara seorang Ustadz, akhirnya kedua orang yang tak saling mengenal kini mamulai mengarungi bahtera rumah tangga.

“Cie … ngelamun ya? Pengen?” sentuhan lengan Imey, sahabatku seketika membuyarkan.

Kelak, Di Raudhoh Min Riyadhil Jannah, Kita Bertemu
Oleh: Diah Maharani


  Hatiku hancur, melihat luka lebam di tubuh suamiku. Aku masih belum tahu apa yang telah terjadi dan peristiwa apa yang telah menimpa, sehingga membuat tubuhnya memar-memar seperti ini. Pukul tujuh pagi, suamiku baru tiba di rumah. Tanpa berkata apa-apa, suamiku langsung tertidur pulas. Aku pun tak sampai hati untuk bertanya. Kubiarkan dia beristirahat, karena tentunya suamiku pasti lelah sepulang bekerja.

Karena penasaran, seperti biasa, aku buka ponsel suamiku dan aku baca pesan-pesan, terutama dari rekan kerjanya. 

Bang, bisa tolong fotoin bekas-bekas luka di badan, dan segera kirim via Whatsaap, ya. Mau direkap buat jaga-jaga, khawatir nanti dibutuhkan sebagai bukti.
Membaca pesan tersebut membuat tubuhku layu. Segera kuperiksa tubuh suamiku. Lengan, pungung, perut dan dadanya dipenuhi luka lebam dan membiru. Ya Allah, apa yang telah terjadi? Kenapa tubuhnya babak belur seperti ini? Segudang pertanyaan bergelayut di pikiranku. Terus kubaca pesan-pesan di layar ponselnya, banyak ucapan simpati dari rekan-rekan dan teman yang mengetahui kondisinya. Sedih rasanya, akhirnya kuketahui, suamiku yang saat itu bertugas di medan bencana, ternyata menjadi korban kekerasan dari oknum tak berperikemanusiaan. Kucoba ikhlaskan semua, kupandangi wajah suamiku yang terlelap dan kufokuskan diri untuk merawat lukanya saja. 


Rasa Sela Samudra
Oleh: Patmi Winarni


Kami menikah tahun 2002, waktu itu usiaku 20 tahun dan suamiku berusia 29 tahun. Putri pertama kami lahir setelah setahun pernikahan kami. Meski tak selancar persalinan pertama, alhamdulillah putri kedua lahir dengan selamat selang 6 tahun dari yang pertama. Keduanya lahir normal.
Bukannya tidak bersyukur dengan dua bidadari yang dititipkan kepada kami, tapi kami menginginkan ada jagoan kecil yang meramaikan rumah mungil kami. Rasa bahagia jika kami bisa berkumpul, karena memang tugas suami tidak bisa selalu menemani kami setiap saat. Suamiku selalu berpesan setiap berangakat kerja, harus kuat bagaimana pun keadaan.

Cinta Sepanjang Usia
Oleh: Arum Arimbi


“Eyang sangat bersyukur karena dulu pada akhirnya ikhlas merestui Ibu dan Bapakmu,” ujar Eyang sambil tersenyum.

Sore itu kami sedang menghabiskan waktu di teras rumah. Duduk berdua di lincak panjang. Eyang bercerita banyak tentang masa mudanya. Juga tentang anak-anaknya.

“Bapakmu dulu datang pakai celana cutbrai. Rambutnya ikal gondrong. Berkacamata hitam, tapi pakai sandal jepit,” beliau terkekeh ketika menyebut merk sandal tersebut.
“Udah penampilannya dekil, nyentrik, nggak bisa serius. Bercanda terus!” katanya sebelum menyesap teh manis buatanku.
“Itu yang bikin Eyang nggak suka Bapak?” tanyaku setelah selesai menertawai penampilan bapak zaman dahulu.


Bukan Pernikahan Biasa
Oleh : Fitri Ane Lestari


“Apakah tidak ada pilihan lain?” tanya ibuku dengan suara sedikit bergetar. Aku hanya menunduk tidak berani menatapnya. Aku tahu keputusanku pasti susah diterima oleh orang tuaku. Terutama bapakku.

“Maksud bapak itu baik, kamu jangan salah paham,” lanjut ibu, dan aku masih saja terdiam.
Aku tahu dan berusaha memahami bahwa tidak ada satu pun orang tua yang akan menjerumuskan anaknya. Bapak dan ibuku hanya takut aku tidak bahagia dan hidup penuh dengan masalah nantinya. Entah harus bagaimana lagi aku menjelaskan pada kedua orang tuaku, bahwa keputusanku sudah melalui pertimbangan yang panjang. Tanpa mengurangi rasa hormatku pada mereka, aku hanya butuh doa restu mereka agar aku bisa melangkah menuju masa depan. Selama mereka belum merestui, aku akan  tetap menunggu sampai mereka rida. Jadi aku berusaha memahami dan memposisikan diri jika aku menjadi mereka, mungkin aku akan melakukan hal yang sama.


BEM In Love
Oleh : Umbara Al Mafaaza


Cinta itu sederhana
Tanpa usah berkata-kata
Cinta dalam diam
Hanya hati yang paham
Hingga kutemui ia jadi halal

Aku hanya sebutir debu yang ingin menyucikan. Ya, mungkin aku terlihat tidak berharga dan aku ingin berubah jadi permata. Perasaan merasa tidak berharga itu aku hilangkan. Aku mendapatiku diriku yang hanya seekor ulat kemudian berproses panjang lalu menjadi kupu-kupu. Aku bangkit dari keterpurukan dan terus bersemangat untuk membuat diri lebih baik.

Entah sejak kapan aku mengenal kata cinta. Lima huruf yang membuat diriku muak. Aku ingin mengenal cinta yang sederhana. Tidak perlu berlebihan. Tidak perlu harus memetik bintang-bintang. Aku hanya ingin cinta yang mengenal makna. Cinta biasa yang membawa ke surga.


Daur Ulang Hati Agar Terpindai Bahagia
Oleh: Alif Maelani 


Dua bocah ingusan yang kala itu masih duduk di bangku kuliah membulatkan tekad untuk segera merajut tali pernikahan. Merenda halalnya sebuah hubungan di bawah ikatan yang agung dan suci. Sungguh tak mampu dinalar oleh akal. Keberanian macam apa yang begitu kuat merasuk hingga harus berujung pangkal pada sebuah pernikahan. Sontak saja keluarga besar dari kedua belah pihak menolak. Ribuan alasan pun menyeruak. Mulai dari usia yang terhitung masih muda, pendidikan yang belum usai hingga pengalaman-pengalaman hidup yang masih giat melambai-lambai untuk terus digali. Namun seberapa besar penolakan menghadang, kami tetap pada niat awal yang sudah terlanjur menggebu. 

Hari Ahad, tanggal 24 November 2013 pernikahan digelar. Tepat sehari setelah berdua suami mendapatkan gelar dari studi S1. Sedangkan saya masih duduk di semester 5 kala itu. Hingga saat ini, sekelabat pikiran masih sibuk menyerang. Apa hal yang membuat saya menerima pinangan laki-laki yang kini menjadi suami saya. Sungguh tak mampu teraba oleh hati dan pikiran. Saat dia melesatkan pertanyaan  saya ikuti dengan anggukan pertanda setuju dan seia dengan inginnya. Tak ada keriuhan dalam hati akan bagaimana hidup saya nantinya. Bagaimana masalah keuangan, biaya kuliah saya bahkan rupa kehidupan setelah pernikahan tak pernah terbayangkan. 


Kesabaran Cinta
Oleh: Zakiah


"Nak, bantu Ibu angkat Ayah!"
Sontak aku langsung berkata, "Ayah pakai kursi roda saja, Bu."
Ibu menjawab, "Kalau ayah pakai kursi roda, maka ayah nanti tidak mau jalan."
"Kan sama saja Bu, sekarang ayah juga jarang jalan," jawabku.
Kemudian ibu pun langsung buru-buru memandikan ayahku.
Ayahku sudah lama sakit dan belum bisa berjalan normal. Sekitar 2 tahun yang lalu, ayah terkena sakit stroke. Dan sekarang, beliau hanya bisa terbaring di tempat tidur. Kalau pun ingin berjalan, beliau harus dipapah. Jika ingin mandi, makan, dan pergi kemana-mana dibantu oleh ibu atau adik dan aku.  


Gen Romantis
Oleh: Asih Tria Wulandari


Kami menikah setelah dijodohkan seorang teman, bertukar proposal nikah (berisi biodata diri), berta'aruf diperantarai guru ngaji kami, berlanjut ke khitbah dan kurang dari 3 bulan kemudian resmi menikah. InsyaAllah niat kami Lillah, mengikuti sunnah Rasulullah hingga memang tak perlu waktu lama untuk memutuskan ke jenjang yang lebih serius, mengarungi bahtera rumah tangga bersama. Kami berdua hanya kenal sekadar nama, rekan di sebuah organisasi yang sama. Namun memang kuakui, sosoknya telah menarik perhatian walau memang tak bisa disebut cinta. Sekedar tertarik karena bagiku ia unik, terlintas pikiran kalau yang seperti dirinya melamar mungkin akan diterima. Hanya terlintas tak pernah dimanifestasikan dalam bentuk do'a-do'a. Qadarullah, ternyata memang ia adalah jodoh terbaik pilihan Allah.


Bersahabat dengan Perih
Oleh : Filu


"Mit, lu enak ya? Umur masih kepala dua eh anak udah tiga. Besok anak lu nikah, lu masih kece, Mit. Lah gue, udah hampir umur 30 tahun pacar aja kagak punya ... hooooo...." Seloroh Rani sambil mengumbar tawa. Tangan mungilnya mencubit lengan kiriku.

"Ah, lu aja Ran yang kebanyakan milih. Hari gini prosentase pria dan wanita itu udah berjenjang jauh. Zaman udah akhir Ran. Cepatlah menentukan pilihan. Gue tahu lu ingin yang mapan, tapi yakinlah bahwa menikah itu magnet rezeki." 

"Bagaimana bisa gitu, jangankan nikah ... buang air kecil di terminal aja butuh receh, Mit. Eh kasih tipsnya dong, biar dapat laki baik kayak lu!" 

Metamorfosis Sakinah
Oleh: Ummu Fathiyya


Panggil saja Hilya. Perempuan berwajah ayu itu dijodohkan dengan lelaki tampan penuh karisma bernama Rangga. Meskipun masa perkenalan mereka sangat singkat, tapi keduanya memiliki kemantapan hati untuk sama-sama melangkah ke pelaminan.

Menikah itu untuk bahagia. Kebahagiaan dalam pernikahan adalah terwujudnya rumah tangga sakinah, mawaddah, warahmah. Itulah yang diharapkan Hilya dari sebuah pernikahan. Namun tak ada kebahagiaan tanpa ujian. Cobaan pun mulai menyapa perempuan itu di usia pernikahan seumur jagung.

"Aku akan mengantarmu ke rumah orang tuamu, jika kamu merasa tak nyaman bersamaku," tegas Rangga kala itu. Ungkapan yang halus. Namun menyakitkan bagi Hilya, sebab dirinya merasa tidak dibutuhkan lagi oleh suaminya. Padahal menurutnya, pertengkaran saat itu hal sepele dan hanya salah paham.
***

Kurelakan
Oleh: Afni Hagia Ndf


Ruangan dengan desain rumah seperti  rumah Joglo ini masih tetap sama seperti dulu. Bagian depan yang berupa aula yang biasa digunakan untuk mengkaji suatu kitab bersama santri, masih berdiri kokoh dengan 4 soko penyangganya. Pintu jati dengan ukiran-ukirannya yang indah ini, meski sudah berusia puluhan tahun, tetap terlihat sama seperti awal aku melihatnya. Yah ... ingatanku saat pertama kali berkunjung di tempat ini, meletak begitu kuat,  15 tahun lalu. Ketika peristiwa yang menjadi moment terindah dan tak terlupakan itu terjadi. 

Aku menginjakkan kakiku  di ruangan ini dengan perasaan yang entah. Sangat sulit untuk didefinisikan, bisa juga dikatakan grogi. Karena bagaimana pun inilah pertama kalinya bagiku menghadap calon mertua. Beliau yang berwajah teduh sungguh membuatku tak sanggup berucap apa-apa. Namun, rasa nyaman itu sudah hadir saat aku menikmati suasana tempat ini. Walau aku pun belum tahu wajah gadis yang akan kulamar seperti apa. Pamanku mengantarku untuk meminangnya pun juga begitu mendadak. Aku hanya mengikuti saja kemauannya. Tak mungkin bagiku menolaknya, karena dialah orang tua keduaku setelah kedua orang tua kandungku meninggal. 

Gara-gara Susu Kental Manis
Oleh: Zain Zha


Sebelum berumah tangga membayangkan tentang pernikahan adalah suatu hal yang amat menyenangkan. Apalagi bagi santriwati yang belum pernah mengenyam rasa romantisme. Enaknya ketika jalan-jalan ada yang menemani, makan berdua, tidur ada yang menemani. Ahh, bisa membuat jantung berbunga-bunga ketika membayangkanya.

Setelah berumah tangga aku baru sadar bahwa menikah bukan hanya soal enak-enak. Ibarat lautan merupakan kehidupan, rumah tangga adalah perahunya. Ada hal yang harus kita pikirkan bersama agar perahu yang kita tumpangi tidak oleng saat berada di perjalanan mengarungi samudera cinta. Terkadang hal sepele pun bisa menjadi masalah besar bila tidak diselesaikan dengan kepala dingin.
***

I'm Yours
Oleh: Nandang Wuyung

      
 "Dia itu bukan siapa-siapa, Shinta!"
"Braak!"
Shinta hanya bisa terpaku di luar pintu kamar. Ia balikkan badan, melangkahkan kakinya dengan gontai menuju ruang tengah. Diliriknya jam dinding yang terpasang tepat di atas televisi, menunjukkan pukul 11 malam.
Dilemparnya HP yang sedari tadi berada di genggaman ke atas sofa. Sama sekali, ia tak mengira jika Rama akan semarah itu.
"Aku kan hanya sekadar bertanya. Mengapa reaksi Rama begitu murka?" batin Shinta.
Beberapa hari ini, Rama, suami Shinta sering lupa membawa HP-nya saat berangkat kerja. Beberapa kali pula, ada telepon masuk ke HP Rama dari seorang wanita.  Tampak tertulis nama Desi di layar HP suaminya. Sebenarnya ingin sekali ia angkat telepon itu, tapi ia takut tak bisa mengontrol emosi panasnya hati. 

Dia dan Dunianya
Oleh: Nisa Yustisia


“Mendingan lembur berhari-hari bikin robot, daripada harus nungguin kamu operasi kayak gini,” bisiknya padaku. Aku hanya tersenyum tipis. Baru saja aku keluar dari ruang operasi setelah menjalani proses kelahiran anak kedua kami. Kesadaranku belum pulih sempurna, tapi aku melihat kegelisahannya dengan jelas. Ternyata dia bisa khawatir seperti itu. 

Eh, apa tadi dia bilang? Robot? Bagaimana bisa dia menyamakan peristiwa yang kulalui dengan membuat robot? Entahlah. Aku masih berada di bawah pengaruh obat bius. Mungkin aku salah dengar. 

Sehari sebelum jadwal operasi atau sectio caesarea dilakukan, aku menangis sejadi-jadinya. Setelah melaksanakan salat isya’, rasanya air mata tak terbendung. Banyak sekali hal yang kutakutkan. Takut aku tak bisa membagi cinta dan kasih sayang yang sama lagi kepada sulungku yang masih berusia dua tahun, takut jika Allah mencukupkan usiaku dalam operasi itu, takut karena hidupku tak akan sama lagi setelah ini, dan banyak ketakutanku lainnya. Tangisku makin pecah saat melihat suamiku yang tetap datar-datar saja. Bagaimana mungkin dia bisa seperti itu, seolah tak terjadi apa-apa. 

Akan Indah Pada Waktunya
Oleh: Alvi Rusyda


Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah SAW dalam rangka memenuhi naluri nau’ yaitu melestarikan keturunan. Pernikahan bukanlah sebagai ajang lomba, siapa yang cepat dan lambat, tetapi pernikahan merupakan  ibadah terpanjang dalam hidup manusia, bukanlah untuk ajang pamer karena sudah melepas status jomblo, karena kemana-mana sudah bawa gandengan. Namun pernikahan ini membutuhkan ilmu dan persiapan yang matang. Memerlukan visi dan misi yang jelas, karena berlayar di samudera kehidupan, tentu membutuhkan persiapan bekal  yang kuat dan matang. 

Namaku Taniya, sudah dua tahun aku menyelesaikan studi  S-1, dan sudah mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan jurusanku, yaitu menjadi Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar swasta, sore harinya aku mengajar privat Alquran anak-anak komplek sekitar kontrakanku. Alhamdulillah gaji yang kuterima bisa untuk membayar kontrakan, dan kebutuhan sehari-hari, tanpa bergantung lagi kepada kedua orang tuaku. Kesibukanku selain mengajar adalah, aktif di kegiatan dakwah kampus, ini sudah kulakukan sejak kuliah insyaallah istiqamah sampai akhir hayat.


Romantika Cinta 


Apa jadinya saat seorang gadis berusia 18 tahun tiba-tiba dilamar oleh salah satu gurunya di sekolah? Seruni yang baru saja lulus SMA tak menyangka mendapatkan lamaran dari Pak Haydar. Beragam cara dilakukan oleh sang guru untuk meyakinkan orang tua Seruni. Kebimbangan hadir karena orang tua Seruni menginginkan dirinya harus lulus kuliah terlebih dahulu.
Bagaimana perjuangan yang dilakukan Seruni dalam meraih cinta sekaligus cita-citanya? Lalu saat ia sadar jika cintanya kepada sang suami terlambat sewindu, lantas apa yang dilakukannya?

Pernikahan adalah ibadah yang sangat panjang. Salah satu ujian beratnya adalah mencintai orang yang sama dalam waktu lama. 
Semoga kisah-kisah dalam buku ini bisa menguatkan hati untuk menjalani hari-hari pernikahan dengan segala warna-warninya. Agar tak hanya di dunia bahagia bersama, tapi juga diperkenankan-Nya untuk berdua merajut kasih hingga surga.


Judul buku : Romantika Cinta 
Penulis : Nisa Yustisia, dkk 
Penerbit : Mandiri Jaya 
ISBN : 978-623-7277-68-2
Tahun : 2019 



Bagi yang ingin memesan buku ini bisa langsung pesan ke nomor 0812-1400-7545 atau langsung klik di PenerbitMJB

Salam Inspirasi 

Powered by Blogger.