-->
Menu
/

www.MomsInstitute.com - 20 penulis menggoreskan tintanya dengan tema Literasi Untuk Negeri. Banyak yang disampaikan penuh sentuhan hati dan juga menyuarakan berbagai aspek kehidupan. 



1. Mencintai Bumi dengan Sederhana
oleh: Fithriyah 



Membaca status media sosial teman-teman yang aktif di nirsampah (zero waste) belakangan ini, membuat saya teringat dengan masa lalu. Masa di mana semua ibu berangkat ke pasar dengan tas belanjaan berukuran besar dalam aneka rupa dan bentuk. Mayoritas tas ini berbahan plastik padat (ada juga yang terbuat dari anyaman rotan atau bambu), supaya mudah dibersihkan dari berbagai bahan makanan dan kuat digunakan berkali-kali. Saat itu para penjual juga kebanyakan membungkus dagangannya dengan koran bekas, daun pisang/jati, dan besek/kotak anyaman bambu. Plastik digunakan hanya untuk jajanan cair/belanjaan yang susah dibungkus koran/daun, seperti es dawet, es campur, telur, dan sejenisnya.
Di zaman itu pula, kebanyakan ibu mencuci piring/perlengkapan memasak dengan sabut kelapa (bukan spons seperti kini), abu gosok, dan sabun colek. Bahkan Ummi dan para saudari Abi dulu selalu menutup aktivitas di dapur dengan menggosokkan ampas kelapa ke meja dan tempat kompor, yang semuanya terbuat dari ubin tebal (bukan keramik tipis seperti sekarang), agar bersih, halus, dan berkilat.

2. Jangan Hanya Saya yang Menulis!
oleh Dindin Awaludin


Tiga tahun saya menjemput rezeki di salah satu perusahaan farmasi peternakan, tiga tahun pula saya banyak belajar. Banyak hikmah yang saya rapikan satu persatu, dari mulai hikmah terkecil sampai terbesar, dari hikmah tersembunyi sampai yang terlihat.
Kala itu, bagiku menulis ialah pekerjaan hati, menyembuhkan luka-luka masa lalu yang tak mudah dimaafkan. Saya memimpikan menjadi mahasiswa jalur beasiswa di salah satu Politeknik Negeri, tetapi takdir berkata lain, saya tak diterima di sana. Akhirnya saya kecewa, saya hapus semua impian saya: Menjadi penulis yang hafal Quran.
***
Tak disangka, saya asal-asalan mengikuti tes masuk perusahaan yang diadakan di sekolah, malah dua orang yang diterima, Reza dan saya dari 562 siswa. Saya pun menjalani hari demi hari sebagai calon pekerja di perusahaan itu. Hingga akhirnya saya ditempatkan di Kediri, Jawa Timur. Bertepatan ketika bulan Ramadan.


3. Seuntai  Narasi di Pantai Literasi
Temy Yulianti



Hari demi hari  hati saya terluka karena di depan mata beredar berbagai peristiwa sedih yang seolah tak ada habisnya, masalah datang silih berganti meminta untuk diselesaikan, beragam ujian sepertinya tak kunjung padam. Kita bisa melihat di berbagai media sosial penuh dengan informasi-informasi yang entah benar atau tidak. 
Belum lagi hinaan, cacian, makian, hujatan yang terarah pada seseorang atau kelompok baik tentang ucapan, tingkah,  langkah politik dan hal lain yang menurut saya jika dibiarkan akan menjadi bara yang dapat menghancurkan persatuan negeri ini. 
Saya melihat betapa rajin sekali netizen di media sosial tersebut mengomentari tentang satu hal, bahkan bisa ratusan komentar apabila peristiwa tersebut sedang viral. Ditambah lagi bila hal yang viral tersebut menyangkut orang penting di republik ini, atau pun artis kondang bahkan sosok yang awalnya tidak terkenal yang tiba-tiba menjadi perbincangan di jagat maya.


4. Impianku Berkat Program Pemberantasan Buta Aksara
Oleh : Arkina Melantri


“Ikut program Pemberantasan Buta Aksara dari pemerintah saja, yuk?” kata teman kuliahku menjelang masa Kuliah Kerja Nyata (KKN). 
“Maksudnya? Semacam pendidikan calistung untuk anak-anak? Kita jadi guru?” tanyaku bingung.
“Ya, tapi bukan guru untuk anak-anak saja, kebanyakan malah orang tua yang tidak mengenal tulisan. Masih banyak ternyata orang tua di kampung-kampung yang tak bisa baca tulis,” jawabnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. 
Aku sempat membelalakkan mataku karena tak mempercayainya, namun akhirnya tertarik untuk mengikuti program itu. “Baiklah, kita coba program itu saja.” Tanpa pikir panjang, aku lantas menyetujui rekomendasinya.


AKU BISA SAJA MEMBUSUK, TAPI TIDAK DENGAN JEJAKKU
Oleh: Wardhanilia


Aku adalah sebuah hasil dari beberapa tulisan yang kubaca saat menjelang dewasa. Aku bukan siapa-siapa, hanya seorang introvert yang ingin berguna baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Meskipun aku tak mampu untuk bersosialisasi dengan dunia nyata, aku mungkin bisa berkomunikasi dengan pena.

Aku menyukai sastra, seperti halnya almarhumah ibuku. Tulisan yang kugemari pertama kali adalah puisi-puisi karya ibuku. Bahkan beberapa karyanya pernah aku deklamasikan, dan saat itulah aku berfikir bahwa aku dan sastra tak bisa terpisahkan.

Terlebih  saat aku menyadari bahwa aku mempunyai gangguan mental bernama Generalized Anxiety Disorder (GAD). Keputusasaan dan kekhawatiran yang tak berlebih namun tak bersebab membuatku tertekan. Aku merasa insecure pada keadaan sekitar, kendati sebetulnya tidak ada apa-apa. Aku harus bergantung pada obat. Tapi dengan menulis, lambat laun hal itu berkurang. Dalam doa, kuputuskan, aku berjuang untuk diriku. Selebihnya aku ingin berguna untuk orang lain lewat tulisan.

6. Cinta Buta
          Darni, S.Pd.


Kecintaanku akan literasi memang sudah terlihat sejak kecil. Kegemaranku terhadap buku ditularkan oleh kedua orang tuaku terutama Mamakku. Alhamdulillah pada usia belia Allah menganugerahiku kepandaian membaca. Walaupun saat itu umurku baru menginjak empat tahun.
Awal mula aku menyukai buku pada saat Bulek Tina memberiku majalah Bobo bekas dari salah satu koleganya di kantor. Bulek Tina adala hadik perempuan Mamakku. Dia bekerja sebagai seorang staff administrasi di sebuah perusahaan sawit miliknegara di kota kami. Bulek Tina memang pernah memergokiku sedang membaca selembar sobekan bekas bungkus pisang goreng. Nah, dari peristiwa itu Bulek berjanji akan membawakanku majalah Bobo.
Mengoleksi majalah Bobo menjadi salah satu hobiku saat itu. Aku selalu menantikan hari minggu tiba. Karena,setiap hari minggu, Mamak akan pergi kepasar dan beliau pasti akan membelikanku majalah Bobo. Walupun majalah yang dibelikannya bukan edisi terbaru, tapi aku sangat gembira. Maklumlah untuk membeli majalah yang baru pastinya Mamak akan berpikir ulang. Mengingat bapak hanya seorang buruh tani yang mendapat upah tidak menentu. Ada kalanya dapat banyak dan tak jarang pula hanya cuku puntuk beli beras saja. Tapi kami tetap bersyukur dan merasa cukup.


7. Berpetualang Lewat Buku
Oleh : Sarah Fransisca


Aku nggak tahu sejak kapan jatuh cinta pada membaca. Mungkin sejak pertama bertemu dengan pelajaran bahasa Indonesia. Atau bahkan sejak aku bisa membaca. Aku meyakini bahwa buku adalah jendela dunia. Otakku seperti habis mengonsumsi makanan empat sehat lima sempurna setiap selesai membaca. Dengan membaca, aku jadi tahu tentang informasi-informasi yang sebelumnya aku nggak tahu.
Halodoc.com mengatakan, membaca bagi anak-anak bermanfaat untuk mengajarkan tentang komunikasi, member anak informasi tentang dunia di sekitarnya, memperkenalkan ragam wawasan pada anak (angka, huruf, warna, bentuk dengan cara yang menyenangkan) dan memupuk kecerdasannya dengan cara membangun keterampilan mendengar, daya ingat dan kosakata.


8. Lets Explore
Oleh: Amelia Eka Wanda.R




Menjelajahi suatu tempat, mengetahui kebenaran suatu cerita, mencari pengalaman, bahkan berkeliling dunia, tidak selamanya kita harus pergi pada tempat-tempat yang ingin kita singgahi untuk meng-explore sebuah cerita. Mendapatkan banyak pengalaman tidak selalu harus memaksakan keadaan, maksudnya, ketika kita diminta untuk mencari banyak pengalaman, pengetahuan, dan mencari kebenaran tentang suatu cerita yang sudah tersampaikan, apa dan kemana mindset kita tertuju pada saat itu ?  tentu banyak dari kita akan berfikir; 

“oh, berarti kita harus mencari banyak pengalaman di tempat yang berbeda, dengan merantau misalnya. Atau ketika kita ingin mengetahui kebenaran sejarah tentang keberadaan islam di eropa kita harus pergi ke Eropa.”



9. Membangun Budaya Literasi
      oleh : Lucyana Indah Lestari


Benarkah minat baca di Indonesia rendah? Menurut hasil penelitian Program For Internasional Student Assessment (PISA) menunjukkan rendahnya tingkat literasi Indonesia dibanding negara-negara di dunia. Indonesia rangking 62 dari 70 negara (detik news). Menjadi pertanyaan dan pekerjaan rumah buat kita semua kenapa minat baca dan menulis anak-anak Indonesia sangat rendah. Hal ini bisa dikarenakan kurangnya motivasi yang diberikan pada anak-anak sejak dini.
Dampak negatif globalisasi media elektronik seperti televisi, playstation, handphone. Media sosial seperti facebook, instagram, twitterlebih menarik untuk dilihat dan dilakukan daripada membaca buku. Salah satu bagian terpenting dalam membangun budaya belajar dengan membangun budaya membaca. Budaya membaca diharapkan akan menumbuhkan minat baca. 


10. MENULIS ITU SERU dan MENULIS JUGA PERLU
Oleh: Shinta Wulandari



Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, perkenalkan saya Shinta, saya akan bercerita sedikit tentang pengalaman menulis, upaya yang saya lakukan untuk mengajak masyarakat gemar membaca, serta perubahan dari diri sendiri untuk cinta pada literasi.
Bila ditanya tentang pengalaman menulis, saya memilikinya. Sejak kecil saya gemar sekali menulis apalagi merangkai cerita. Menulis berawal dari hobi saya yang tidak disadari. Dari sekian banyak hobi, hanya satu yang sampai saat ini saya perjuangkan, yakni MENULIS. Bagi saya, menulis adalah upaya untuk menuangkan segala apapun yang ada dalam pikiran, menumpahkan beban yang ada dalam diri, sebagai obat kegalauan, media merefresh pikiran, teman kesendirian.  


Menumbuhkan Minat Baca Tulis
Melalui Gerakan Literasi Sekolah
Oleh: Esterina Nurjanti



Gerakan literasi sekolah merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan Warga Sekolah (Peserta Didik, Guru, Kepala Sekolah, Tenaga Kependidikan, Pengawas Sekolah, Komite Sekolah, Orang Tua/Wali Murid), Akademisi, Penerbit, Media Massa, Masyarakat. 
Program literasi sekolah di Kabupaten Magelang beberapa tahun ini mulai digerakkan. Kegiatan ini disebut dengan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Berdasarkan visi dari Kabupaten Magelang, setiap sekolah harus melaksanakan program literasi dan meningkatkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Pada akhir kelas VI diharapkan setiap siswa sudah membaca minimal 30 judul buku. Masing-masing Guru Kelas bisa mencatat setiap siswa sudah membaca berapa judul buku setiap minggunya. Program literasi pada setiap sekolah tentunya berbeda. 



12. Membuat Majalah dan Buletin Sekolah
Oleh: Meilia Utami


Bergelut di dunia kepenulisan tidak pernah ada di kamus kehidupan saya sebelumnya. Saya hanya hobi menulis dairy, tidak lebih dan tidak kurang. Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), saya suka menuliskan apa saja yang saya alami dalam sehari di dalam buku diary, baik itu suka maupun duka. Hanya sebatas itu. 
Semenjak SD saya juga sangat suka mengikuti beragam kegiatan yang diadakan sekolah. Hampir setiap acara perlombaan yang dilaksanakan sekolah saya terlibat sebagai peserta.  Menang tidak menang, yang penting ikut karena pengalaman adalah guru yang berharga. Begitulah kira-kira. Hingga menempuh jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), saya pun aktif dalam bergam kegiatan dan perlombaan. 
Tamat dari SD saya melanjutkan jenjang SMP dan SMA di Pondok Pesantren Modern Adlaniyah. Di Pondok saya aktif mengikuti  ekskul Pramuka, Armada Barisan Bintang Lapangan (Ababil) inilah nama Gudep kami. Latihan mingguan dan mengikuti beragam perlombaan kepramukaan telah kami jajaki, mulai dari tingkat sekolah, kabupaten hingga provinsi. 


Literasi di Desa
Oleh: Citra Dewi


Inti dari literasi adalah mencintai ilmu, caranya dengan terus belajar. Berguru kepada orang lain, membaca buku, menuliskannya kembali, mendiskusikannya, dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses membaca dan menulis adalah sebagian dari proses literasi. Ketika proses ini dicukupkan pada keterampilan membaca dan menulis tanpa mencintai ilmu, budaya dan peradaban yang lebih baik seakan jauh digenggam.
Sebagai bagian dari anak bangsa, saya bersyukur lahir di negeri ini. Negeri yang kaya akan budaya. Wujud dari cinta itu dengan menjaga budaya yang baik, memperbaiki yang buruk dan mengembangkannya sehingga lebih baik. Salah satu pilar budaya itu adalah membaca dan menulis. Wujud cinta negeri dalam hal ini masih sedikit saya lakukan. Akan tetapi, yang sedikit ini semoga menjadi andil yang baik. Semua dimulai dari diri sendiri, lalu merambah ke keluarga dan masyarakat. 


14. Menulislah dan Nikmati Hidupmu!
Oleh: Nenny Litania, SP



Firdan menarik napas panjang sambil menghempaskan tubuhnya di atas kursi. Ia luruskan kedua kakinya ke depan dan merebahkan sedikit punggungnya ke sandaran kursi agar lebih rileks. Kedua netranya memandang langit yang semakin gelap. Kini ia di teras rumah sendirian. Sengaja meninggalkan Nadhira, sang istri di dalam rumah agar tidak semakin terpancing emosinya. Mendadak saja suasana menjadi horor dari sebuah percakapan sederhana di antara mereka. 
“Entahlah”, Firdan menggelengkan kepalanya. Bingung mengapa sampai terjadi kesalahpahaman, hingga akhirnya Firdan mengalah dan memilih keluar rumah sebentar untuk menghindari pertengkaran yang lebih hebat. Ia sudah paham tabiat sang istri. Sesekali ia memandangi gawainya yang tergeletak di atas meja. Ia yakini sebentar lagi akan ada notifikasi tak henti, seperti biasa sang istri akan otomatis menjadi penulis dadakan dan akhirnya ia paham dengan yang telah terjadi. Maka, semua akan lebih mudah ia perbaiki dan suasana menjadi normal kembali.


15. Kaum Ibu Juga Dapat Berkarya Dalam Dunia Literasi
Oleh:  A Nitha N


Ketika masuk sekolah dasar pelajaran yang pertama kali diperkenalkan adalah membaca dan menulis. Membaca dan menulis sangat penting untuk mendapatkan pelajaran-pelajaran selanjutnya. Begitu penting pelajaran ini sehingga jika tidak dapat membaca dan menulis bagaikan orang buta di tengah keramaian. Membaca dan menulis bagai pasangan yang tidak dapat terpisahkan. 
Dalam dunia literasi dikenal dengan istilah fiksi dan non fiksi, keduanya untuk membedakan tulisan akan diarahkan ke mana. Menulis dalam bentuk fiksi berarti tulisan berisi hal yang tidak nyata, rekaan, imajinasi, dan khayalan. Jadi buku yang berbentuk fiksi berisi cerita rekaan. Contoh buku berbentuk fiksi adalah novel, cerpen, dan komik. Bagaimana jika ada novel yang diangkat dari kisah nyata? Memang banyak ditemukan novel yang diangkat dari kisah nyata, tapi dalam novel tersebut penulis hanya mengambil inti ceritanya saja. Penulis akan menyisipkan cerita rekaan untuk mempertajam dan menguatkan isi cerita. Namun, penulis fiksi terkadang harus melakukan pengamatan atau riset agar tulisannya sesuai dengan kondisi yang ada. Maka dalam menulis fiksi memakan waktu agak lama.


16. Inku
Oleh:  Rashyda Jihan



Aku tak tahu pasti kapan aku mulai mencintai dunia menulis. Aku hanya ingat ini berawal dari sebuah notebook pemberian Uwa-ku. Itu saat aku masih kecil, kurasa belum ada android saat itu, laptop dan komputer pun aku belum kenal. Tulisan tanganku juga tak bisa dibilang bagus. Tapi Uwa bilang saat itu, “Ini diary buat kamu, ya! Tulis aja kamu sehari itu ngapain..aja..nanti kasih tanda di akhirnya..” begitu, atau sesuatu semacam itu. Mungkin maksudnya biar aku belajar menulis atau sekedar mengisi luang.
Bocah sepertiku tentu saja menerimanya dengan senyum senang dan ujaran terima kasih. Yap..aku coba menulis apa yang kupikir bagus. Buku itu kecil, sampulnya berwarna coklat, kertas-kertasnya berwarna pink dan hijau tosca. Lucu, kupikir. :)

17. Lama Khater
Oleh: Aris Demi



Lama Khater adalah ibu dari lima orang anak yang saat ini tinggal di kota Al-Khalil, Tepi Barat, Palestina. Tahun lalu berita mengenai dirinya yang ditangkap dan dipenjarakan oleh otoritas Zionis Israel, menjadi viral di berbagai media sosial. Terutama foto-fotonya saat memberi pelukan perpisahan untuk putra bungsunya yang saat itu masih berusia tiga tahun.
Mungkin sebagian kita bertanya-tanya, apa yang membuat Lama ditangkap oleh sepasukan tentara Israeli Occupation Forces (IOF). Apa mungkin ia melawan mereka dengan gigih sebagaimana Ahed Tamimi?
Ternyata, ya Lama Khater adalah musuh Zionis yang gigih. Hanya saja bentuk perlawanannya berbeda dengan Ahed. Kalau Ahed senantiasa menunjukkan sikap perlawanan yang frontal setiap kali berhadapan dengan tentara IOF, maka Lama justru sebaliknya. Ia adalah seorang ibu yang kalem dan lembut. Lama melawan Zionis melalui tulisan-tulisannya di berbagai media. Ia adalah seorang jurnalis sekaligus penulis.


18. Mencoba Melihat Batas Dunia Nyata
dengan Dunia Konstruksi Media
Oleh Iim Halimatus Sadiyah


Apakah hanya saya yang selalu merasa diri tidak update? Saking banyaknya informasi yang disuguhkan media hanya dalam hitungan menit atau bahkan detik. Merasa bingung serta tidak sepenuhnya menyerap informasi yang didapatkan dari media. Ah, saya rasa banyak pula yang merasakan hal sama seperti saya. Lalu, wajarkah jika kita merasakan hal demikian?
Saya rasa wajar saja karena kita tidak bisa membendung informasi yang terus bertambah setiap detiknya. Informasi jumlahnya tak terbatas sedangkan waktu kita hanya 24 jam sehari dan itu tidak cukup untuk bisa menyerap semua informasi yang disajikan oleh media. Hingga akhirnya kita pun memilih informasi yang hanya benar-benar kita butuhkan. Jika tidak, ya ikut-ikutan membaca isu yang sedang populer di masyarakat.


19. PejuangLiterasi
Oleh: Suci Adinata Za



Peran orang tua merupakan faktor internal dalam menumbuhkan minat baca dan memperkenalkan dunia literasi pada usia dini begitu penting. Apakah hanya sebatas peran orang tua? Tentu hal itu belum cukup. Peran sekolah dan lingkungan merupakan factor eskternal dalam meningkatkan serta memajukan literasi. Hal itu yang saya rasakan hingga saat ini. Mari kita mulai kisahnya dengan sebuah pantun.

“Kalau ingin membuat sambal terasi, pakailah bumbu penyedap rasa.                                                     Mari tingkatkan budaya literasi. Demi kemajuan Negara dan bangsa”.                                                                                            


Awalnya, beberapa buku dongeng seperti cerita si kancil dan cerita rakyat yang dibelikan ibu hanya untuk latihan membaca. Waktu itu, ketika saya berusia lima tahun. Pada saat kelas dua, saya dibelikan sebuah buku dongeng. Menceritakan seorang putri yang jatuh pingsan ketika melihat laki-laki asing dan belum pernah dia lihat sebelumnya. Buku dongeng putri malu ini begitu special bagi saya. Kemana pun saya pergi, buku itu menjadi teman perjalanan dan rekam jejak. Baik ke sekolah atau pergi bermain. Hingga suatu hari, buku ini hilang dari pandangan mata. Tapi bagi saya, buku dan kisahnya tidak pernah hilang dari ingatan.


20. Literasi tak sekedar membaca
Oleh: Mira Ummu Nafis


Di kampung-kampung terutama di daerah saya, angka buta huruf sudah jauh berkurang daripada generasi orang tua kita sebelumnya. Namun apakah mereka sudah melek literasi? Literasi tak sekedar melek huruf, ungkapan ini sering kita temui setelah istilah literasi booming sejak beberapa tahun belakangan. Ya…memang benar, literasi tak sekedar membaca tapi juga mendengar dan berbicara. Nah… budaya berbicaralah inilah yang banyak berkembang dilapisan bawah masyarakat Indonesia. Budaya bicara ini diistilahkan "ciloteh lapau" atau celotehan ala warung. Kegiatan ini dilakukan saat ngopi di warung yang lazim dilakukan kaum laki-laki ada yang pagi, siang bahkan malam sampai begadang dimalam yang begitu larut.

Bukan sembarang celoteh banyak hal yang bisa didapatkan dalam pembicaraannya ala warung tadi. Mulai dari berita sekampung bahkan gosip terbaru, berita gembira, kabar duka dan musibah, sampai dengan informasi dari luar kampung. Jangan salah, berita politik dalam dan luar negeri pun dibahas. Warung-warung yang umumnya menyediakan televisi pun berita yang disajikannya menjadi bahan celoteh bagi orang-orang yang minum kopi di warung tersebut. Tak sekedar berbicara, kegiatan ini menjadi ajang mengemukakan masalah bahkan sarana mencari jalan solusi bagi masalah tadi. 


LITERASI UNTUK NEGERI 



Abi dan Ummi juga sering memberikan contoh pada kami untuk berkreasi dengan karton/kardus bekas. Mulai dari memanfaatkannya sebagai kartu huruf alfabet untuk membantu adikku belajar membaca (di masa itu permainan/sarana edukasi masih sangat terbatas, apalagi di kota kecil tempat kami tinggal), sebagai tempat penyimpanan surat/lainnya, bahkan sebagai mainan. Berbagai mainan kami dulu adalah hasil kreasi dari karton/kardus bekas ini, misalnya mobil-mobilan, rumah boneka dan segala pernak-perniknya, bahkan tiruan model miniatur hewan!

Mencintai Bumi dengan Sederhana  - Fithriyah 
***

Banyak cara dapat kita lakukan dengan membangun gerakan literasi untuk negeri ini. Diantaranya dengan memperbanyak taman baca, melakukan kampanye mengajak rajin membaca dan menulis, mendirikan komunitas rajin membaca dan menulis di lingkungan setingkat RW untuk membangun kesadaran dan kemauan masyarakat untuk bersama-sama bergerak sadar literasi untuk kualitas diri supaya nantinya mampu bersaing dengan masyarakat global.

Membangun Budaya Literasi - Lucyana Indah Lestari
***

Memasuki kelas empat SD, saya mulai berkunjung ke perpustakaan setiap jam istirahat. Di saat teman-teman bermain bersama, saya justru sendirian berada di perpustakaan dan tenggelam bersama buku yang saya baca. Perasaan senang melihat buku yang tersusun rapi di rak-rak buku menambah antusias dan semangat. Petugas perpustakaan menjadi teman akrab dan begitu ramah menyambut saya ketika datang berkunjung. 
Pejuang Literasi – Suci Adinata Za
***




Bagi yang ingin memesan buku bisa langsung pesan ke nomor 0812-1400-7545 atau langsung klik di PenerbitMJB

Salam Inspirasi




Powered by Blogger.