www.MomsInstitute.com - Menulis menjadi jembatan penghubung dunia imajinatif dengan dunia realitas, menulis menjadi kendaran pembawa ide dan gagasan sampai pada ruang dan waktu, menulis itu menjadi jendela untuk melihat dunia, menulis itu menjadi pintu masuk untuk membuka penomena-penomena dunia.
Kisah Penulis
1. Menekuni Dunia Literasi
Oleh: Wawat Srinawati
Litersi adalah kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat. Sedangkan menurut UNESCO menjelaskan bahwa literasi adalah seperangkat keterampilan yang nyata, khususnya keterampilan kognitif dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks dimana keterampilan diperoleh, dari siapa keterampilan diperoleh, dan bagaimana cara memperolehnya.
Undang-Undang Sistem Perbukuan (UU NO. 3 TAHUN 2017) mengemukakan sebagai berikut:
“Buku adalah karyatulis dan/atau karya gambar yang diterbitkan berupa cetakan berjilid atau berupa publikasi elektronik yang diterbitkan secara tidak berkala” (Pasal 1 angka 2)
“Penulis adalah setiap orang yang menulis Naskah Buku untuk diterbitkan dalam bentuk Buku” (Pasal 1 angka 5)
Produktivitas hayat dalam menulis dilandasi oleh pemahamannya bahwa menulis itu keterampilan yang membutuhkan pembiasaan dan terus menerus dilatih. Menulis itu tidak bisa hanya dipelajari tetapi wajib untuk dipraktikan terus-menerus. Menulis adalah cara paling ampuh untuk melahirkan tulisan-tulisan yang berkualitas dan produktif. Caranya adalah usahakan setiap hari bisa menulis, menulis apa saja, mulai dari pengalaman, kejadian setiap hari, atau cerita kehidupan sendiri, atau pengalaman selama menjadi dosen atau pengalaman ketika mengajar, dan lain sebagainya. Dunia tulis menulis sangat erat kaitannya dengan lingkungan akademik khususnya perguruan tinggi. Dunia kampus yang berisi para cendikiawan, hendaknya menjadi pusat produktifitas pengembangan karya ilmiah dalam bentuk tulisan yang bermutu seperti laporan penelitian, buku teks, buku ajar asli, rakitan hingga terjemahan buku-buku terkenal.
2. Menulis dan Kasih tak Sampai
Oleh : Nurul Hidayati
Seperti judul di atas, sampai hari ini menulis masih menjadi ujian terbesar dalam kehidupan saya, menekuni dunia literasi. Tulisan pertama yang saya tulis ketika saya masih duduk di bangku kelas 3 MTsN. Sebuah novel yang akhirnya tidak pernah saya selesaikan di sebuah buku tulis tebal, dibeli orang tua untuk buku catatan Matematika. Padahal saat itu ekonomi keluarga sedang susah-susahnya dan pemakaian buku yang dibeli sudah ditekankan ibu untuk keperluan penting saja. Kalau ingin untuk hal lain, ibu menganjurkan saya memakai buku tulis bekas catatan kelas sebelumnya saja. Namun karena keinginan saya menulis cerita yang agak panjang, diam-diam saat itu saya memakai buku tebal tersebut.
Saat itu saya masih minim ilmu dan tidak pernah belajar tentang ilmu kepenulisan dengan benar kecuali saat pelajaran Bahasa Indonesia saja. Maka jadilah cerita itu terongok begitu saja di makan usia dan pada akhirnya saya tidak melanjutkan lagi keinginan tersebut. Dulu saya tertarik menulis karena sering melihat sinetron yang menceritakan kisah anak SMA dan madingnya. Bertahun-tahun kemudian saya akhirnya paham mungkin saat itulah saya mulai menemukan minat dan bakat saya. Seandainya saya paham ketika itu dan melatih lebih keras barngkali hari ini saya sudah percaya diri menghasilkan mahakarya dari tulisan saya.
3. Inspirasiku Anakku
Oleh : Lucyana Indah Lestari
Aku pandangi buku berwarna merah muda ini. Aku tersenyum senang dan haru. Ya, ini adalah buku antologi pertamaku. Tidak pernah terbayangkan oleh diriku kalau aku bisa menulis sebuah cerpen untuk bisa dibukukan.
Buku antologi pertamaku ini diterbitkan salah satu penerbit Indie yang aku ikut serta sebagai anggotanya.
“Bun ... Bunda!”
“I-iya, ada apa Nak?” Aku sedikit terkejut saat mendengar panggilan dari anakku.
“Diiih, Bunda. Aku panggil dari tadi enggak dengar-dengar, sih!”
“Maaf ya. Bunda agak melamun tadi,” ucapku dengan memberikan senyuman tipis.
“Bunda, dari tadi lihat buku itu terus. Iya deh, aku tahu itu buku kesayangan Bunda kan,” ujar anakku.
“Hehe ....” Aku hanya bisa tertawa malu.
“Aku, mau main dulu, ya Bun,” pamit anakku.
“Iya, tapi jangan jauh-jauh, ok!”
Anakku pun menganggukkan kepalanya dan berlalu. Anak perempuanku yang kedua ini bernama Athifah. Anaknya ceria, lincah dan juga pintar. Dia, memiliki kulit eksotis biasa aku menyebutnya. Kulitnya tidak putih ataupun hitam. Usianya baru menginjak 8 tahun. Sedang anakku yang bungsu berusia hampir mau 2 tahun. Kami biasa memanggilnya Ahnaf. Anak lelaki yang luar biasa aktif, ceria dan juga pintar. Kulitnya putih bersih sedikit berbeda dari kakak-kakak perempuannya. Ahnaf anak ketigaku.
4. MENULIS ADALAH KEBERANIAN
Oleh : Fauziah Sadeli
“Jangan buru-buru untuk terbitkan karya”
“Kecenderungan penulis ingin karyanya cepat diterbitkan,
padahal sejatinya karya yang baik adalah yang melalui beberapa kali revisi.
Tak cukup dengan sekali revisi”
(Gol A Gong)
Apa yang tersirat dari tulisan di atas?
Sebagai seorang yang baru mulai belajar menulis, himbauan dari penulis senior tersebut cukup membuatku patah semangat. Di saat sedang gencar-gencarnya belajar menulis, impian menerbitkan buku adalah suatu keharusan. Menghasilkan karya adalah impian yang harus dicapai bagi seorang penulis. Apalagi kalau karya itu berupa buku. Bermimpi mempunyai minimal satu buah buku yang terpajang di toko buku adalah keharusan bagi seorang penulis. Penulis identik dengan karya tulis. Karya tulis berbentuk buku cetak yang diterbitkan dan dijual di toko buku.
Kalau boleh memaknai lebih dalam dari kalimat tersebut, bahwa maksud sebenarnya dari “himbauan” itu adalah sebuah dukungan untuk para penulis untuk terus berlatih menulis. Teruslah menulis sampai akhirnya akan melahirkan suatu karya yang terbaik. Dan untuk melewati karya yang terbaik pastinya melalui proses revisi yang terus menerus. Mintalah revisi, saran, dan perbaikan dari teman, mentor dan guru. Karena itu belajar menulis haruslah dengan guru, bukan dengan belajar sendiri. Carilah guru agar kita tidak tersesat dalam menulis.
Awal ketertarikan dengan dunia menulis bermula dari keinginanku untuk menyumbangkan satu buah tulisan. Tulisan yang akan dimuat dalam buku antologi reuni 30 tahun di kampusku. Untuk itulah aku mencari kelas kepenulisan yang akan membimbingku belajar menulis.
5. TIDAK SEMUDAH ITU, MARKONAH.
Yulia Nady
Menjadi penulis itu susah susah gampang atau gampang gampang susah. Apapun itu menulis itu tak semudah membaca, mengkritik dan lalu komentar ‘next’ pada cerita bersambung. Menulis itu butuh keberanian, butuh ide brilliant, butuh kenekatan, butuh ini dan butuh itu. Menulis itu butuh wadah. Siapa yang siap dan mau menampung dan menerbitkan tulisan kita? hmmm …jadi menulis itu tidak semudah itu, markonah.
Dibilang penulis bila dia menghasilkan buku? bisa jadi. Kan tidak bagus bila dikenal sebagai penulis lalu saat orang bertanya “Jadi buku tulisanmu yang mana?“ dan kita akan plonga plongo menjawab “Hmmm… tulisan saya banyak kok di facebook, cerbung lho.” Laaah…… dia kata semua orang punya akun facebook?
Andai menulis semudah itu.Mungkin diriku sudah memiliki belasan buku yang mungkin saja best seller. Dan tentu saja aku sudah keliling Indonesia untuk seminar dan bedah buku. Atau mungkin saja novelku sudah ada yang dibuat film. Tapi sungguh, menulis tak semudah itu. Setidaknya aku harus menunggu 26 tahun untuk dapat mewujudkan mimpiku menjadi penulis.
Jika kalian akan mentertawakan aku karena ‘HANYA’ menulis saja harus menunggu selama itu. Nggak apa apa ,I am fine. Karena kenyataannya memang seperti itu. Jika kalian juga akan mentertawakan aku karena masih mengejar mimpi di usia 41 tahun. Nggak apa-apa, I am oke. Karena memang begitulah kebenarannya.
6. THE POWER OF “NIAT”
Oleh : Ria Ratnaning Pratiwi
Menulis???
Apa yang ada di benak Anda ketika mendengar kata “Menulis”?.
Ya. Mungkin sebagian dari Anda termasuk saya, sudah tidak asing lagi dengan kata ini. Menulis adalah sebuah kegiatan menuangkan pikiran, gagasan, dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulisan. Tetapi dalam kenyataannya, tidak semua orang terbiasa meluangkan waktunya untuk menulis. Termasuk saya.
Saya seorang guru sekolah dasar. Menjadi pendidik/pengajar sangat dituntut untuk mampu menulis, mengapa?. Karena guru harus mampu menyusun perangkat pembelajaran sendiri seperti RPP, prota, promes, silabus, bahan ajar dan lainnya. Maka disinilah sebuah beban bagi saya karena sejak masih menjadi pelajar sampai sekarang saya memang tidak terlalu menyukai dunia tulis menulis.
Saya sering menulis ketika saya duduk di bangku kuliah. Hanya saja bukan tulisan yang dimuat di media masa. Menjadi mahasiswa tentunya banyak sekali tugas-tugas yang harus dikerjakan berhubungan dengan menulis. Seperti membuat karya tulis dan lain sebagainya. Disitulah saya mulai kebingungan ketika dihadapkan dengan karya tulis. Karena memang saya tidak menyukai dunia menulis sehingga saya sangat kesulitan untuk menuangkan ide atau kata-kata.
Dengan bekal membaca dan membaca akhirnya saya mempunyai ide untuk menulis. Di semester akhir yang mengharuskan saya untuk membuat laporan akhir berupa skripsi, saya harus rajin ke perpustakaan dan sering membeli buku. Banyak waktu saya habiskan untuk menyelesaikan skripsi saya. Mulai dari bimbingan, menunggu dosen pembimbing berjam-jam, revisi beberapa kali, bolak balik ke perpustakaan, dan lain sebagainya. Butuh perjuangan untuk menyelesaikan skripsi saya. Atas doa, motivasi dari berbagai pihak; orang tua, saudara, sahabat, teman akhirnya skripsi saya terselesaikan.
7. Akan kutulis yang kulihat, dengar dan baca
Oleh : Mira Ummu Nafis
Menulis sudah sejak kuliah saya senangi. Sewaktu masih kuliah di kota Lautan Api sempat ikut kegiatan-kegiatan menulis yang diadakan forum menulis berbagai kampus walaupun tidak sebagai anggota aktif.
Beberapa tahun setelah lulus saya bekerja dengan posisi berbagai bidang. Akhirnya suatu saat mendapat kesempatan menjadi responden majalah dan mengisi web internal perusahaan dimana kegiatannya tiada hari tanpa menulis, meliput, memfoto diselingi konferensi pers ke media lokal setempat. Kegiatan ini membuat saya semakin mencintai dunia kepenulisan.
Beberapa tahun setelah resign saya mulai kangen menulis, ditambah kondisi anak-anak yang mulai besar dan sudah bersekolah. Saya putuskan ikut kelas menuliskan online dengan mentor yang buku-bukunya memang sejak kuliah sudah saya koleksi dan kagumi.
Dari sinilah sebenarnya saya menemukan tujuan mengapa saya sekarang ini menjadikan menulis sebagai sebuah kegiatan. Pertama alasan ideologis. Saya berkeyakinan untuk mempengaruhi orang lain. Saya tidak peduli apakah tulisan saya akan di-like atau di-share berapa banyak. Bagi saya yang penting adalah mampu menyalurkan pemikiran saya dengan membaca tulisan saya.
Kedua Chatarsis, dimana dengan. kegiatan tulis-menulis bisa menyalurkan emosi diri saya. Tentang apa yang sedang saya merasakan, apakah itu kegembiraan, kesedihan, kebahagiaan, atau kesenangan, dengan syarat boleh diketahui oleh orang lain sebagai pembaca.
8. Aku dan Tulisanku yang Buruk
Oleh: Nuzulya Nindi
Menulis adalah bagian dalam hidupku. Kisah cerita dalam hidupku selalu ku lalui dengan tulisan, tulisan yang penuh dengan kekacauan dan keisengan. Diriku yang kurang suka dengan keramaian dan keributan, membuatku sering mencurahkan isi hatiku di buku dairy.
Aku lebih suka menyendiri dan fokus terhadap impian yang ingin Aku capai. Berbaur bersama teman-teman bisa dihitung dengan jari, berapa lama dalam sehari dan berapa lama dalam sepekan. Aku benar-benar tergolong orang yang payah dalam berteman, tidak semua orang bisa tahu tentang kepribadianku, karena Aku termasuk orang yang tertutup.
Ketertarikanku dalam menulis di buku dairy dimulai sejak Aku duduk dibangku MTs.Aku kerap sekali menulis pengalaman-pengalaman yang Aku lalui dalam hidupku di buku diary. Aku sering sekali memfoto momen-momen indah bersama teman-temanku ketika di MTs maupun MAs, kemudian Aku mencucikan foto tersebut dan kutempel dibuku binder khusus kenangan.
Begitu juga momen-momen penting dan lucu dalam keluargaku juga sering aku abadikan di Handphonku, kemudian Aku cucikan dan Aku tempel foto tersebut dibinderku. Pada setiap foto tidak lupa Aku beri tulisan tentang kejadian hari itu, agar Aku tidak lupa ketika membukanya kembali.
9. Mengajar dengan Pena
Oleh: Endri Prasetyo
A. Jadikantulisanmusebagai media inspirasi
Membaca dan menulis adalah dua komponen yang tak bisa dipisahkan dari keseharianku. Aku teringat akan butiran kata-kata hikmah dari penulis ternama, yaitu Pramoedya Ananta Toer bahwa Jika engkau ingin mengenal dunia, maka membacalah. Namun, jika engkau ingin dikenal oleh dunia, maka menulislah. Pepatah ini seakan menjadi kunci semangat-ku dalam menulis. Walaupun terkadang ada rasa malas yang kerap kali hadir dalam diriku.
Aku sadar bahwa dunia ini luas yang takbisa digambarkan. Bahkan, bila aku seorang pelukis, aku belum tentu bisa menggambarkannya. Namun, dengan membaca, aku mampu membayangkan akan indahnya dunia ini. Namun sebaliknya, aku bukanlah seorang artis ternama. Yang mana dengan sekali sebut nama saja, semua orang mengenal namaku. Maka jalan menulislah yang kupilih.
Bagiku semua orang bisa menulis. Dari hal-hal terkecil bila dilakukan seperti menulis diary, menulis status, dan masih banyak lagi. Dengan begitu, tulisan dan namamu dapat dikenal dan dihargai oleh orang lain. Namun tujuanku menulis bukanlah untuk dikenal semata. Melainkan agar semua orang dapat membaca karyaku dan mengambil inspirasi dari apa yang kutulis. Selain itu, menulis adalah gambaran dari segala impian, pikiran, dan suara hati.
Bila ditanya, apakah setiap orang punya impian?
Sebagian besar akan menjawab iya. Walau ada juga jawaban sebaliknya. Bagiku impian itu harus dipikirkan dan diwujudkan. Dipikirkan bagaimana cara untuk menggapainya dan diwujudkan dengan dinikmati proses untuk menggapainya. Diantara impian yang tertanam di dalam hatiku adalah aku dapat menghasilkan karyatulis dan bisa dibukukan sehingga nilai-nilai kebaikan dapat disebarkan dan dirasakan secaraluas.
10. Menulislah! Asalkan …
Oleh : Binapri Vindy T.
Siapa yang tidak kenal dengan Bobo?
Benar, Bobo adalah majalah anak-anak dengan tokoh utama Bobo, si Kelinci berwarna biru nan lucu. Masih teringat dalam benak saya. Ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, saya suka sekali membaca Majalah Bobo. Duh, jadi tersenyum mengingatnya, berhubung sekarang usia saya tidak sesuai lagi untuk menjadi penikmat cerita bergambar Si Kelinci Biru dan kawan-kawannya. Ehehe…
Selain rubrik cerita bergambar tentang si Bobo, Oki, Nirmala, Paman Kikuk, Bona dan kawan-kawannya, juga terdapat berbagai macam rubrik seperti teka-teki silang, lembar kuis, artikel anak-anak berprestasi, dan yang menjadi favorit saya yaitu rubrik cerita, baik cerita pendek (cerpen) maupun cerita bersambung (cerbung). Cerpen maupun cerbung itu adalah karya dari pembaca Bobo yang mengirimkan tulisan mereka ke redaksi.
Nah, berawal dari kesukaan saya pada membaca cerita-cerita karya pembaca Bobo itu, saya tertarik untuk mencoba menulis cerita juga. Cerita yang sayatulis adalah ide dari imajinasi saya, yang tertuang begitu saja dalam tataan kata dan kalimat-kalimat sederhana.
Ketika kita sedang bercerita dengan menumpahkan ide, rasanya tidak ada batasan yang menghalangi. Kita merdeka untuk mengungkapkan semua yang ada di kepala. Tentu saja, ada kepuasan tersendiri ketika kita dapat menyelesaikan sebuah cerita sesuai dengan apa yang kita inginkan, bukan?
11. Galau itu Berkah
Oleh : Kholisoh
Sepertinya jika telinga ini mendengar kata ‘penulis’ akan member kesan yang berbeda seolah begitu hebatnya dan wow…keren. Tidak pernah terbayangkan dan berniat ingin jadi penulis atau apapun yang berhubungan dengan tulis menulis, bahkan untuk menjadi seorang guru pun tidak percaya kalau aku dapat melakukannya dengan baik hingga saat ini. Profesi yang digeluti saat ini adalah guru di sebuah SD negeri berstatus honorer dengan gaji fantastis di bawah standar kelayakan. Mungkinkah seorang financial planner dapat merencanakan hidup kami dengan lebih baik, tidak menurutku layak saja dapat dikatakan belum karena kalkulator manapun dan secanggih apapun jika disuruh menghitung angka pengeluaran dibandingkan angka pendapatan seorang guru honorer maka alat penghitung itu akan muncul kata error. Keanehannya ialah mengapa masih bisa hidup. Hanya Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu itu merupakan jawaban yang sesungguhnya.
September 2018 merupakan masa kegalauan dalam hidupku. Saat itu ada pembukaan lowongan CPNS, semua berkas lamaran maupun materi tes telah kusiapkan. Mulailah login di portal SSCN dengan hati- hati dan teliti menjawab setiap pertanyaan yang ada, harapannya semoga kesempatan ini merupakan yang terakhir dan lolos pada akhirnya. Ternyata ini diluar ekspektasi saya dan harus mengakhiri pendaftaran online tersebut dengan alasan umur anda “35 tahun 3 bulan” jawaban paling menyedihkan yang pernah singgah, itu artinya anda tidak dapat melanjutkan perjalanan lagi, . ibarat main game belum apa-apa permainan sudah game over. Dalam benakku terbersit apakah gerangan yang akan kulakukan lantas mau jadi apa dengan sisa umurku dan apa arti pengabdianku selama ini menjadi guru honor SD. Datang mengajar di kelas tanpa totalitas tidak seperti biasanya kemudian pulang berganti peran menjadi ibu rumahtangga untuk mengerjakan pekerjaan rumah serta mengurus suami dan anak. Kira- kira begitu siklus rutinitas harian yang selalu terjadi dan berulang-ulang. Jemu, bosan, dan kehampaan hati membuatku menjadi kegalauan yang berkesinambungan. Hal ini tak boleh terjadi gumamku, apa jadinya dengan keluarga serta murid- muridku nanti lalu apa yang akan kaulakukan seandainya benar menjadi seorang PNS akan mengajar dengan lebih baikkah atau akan menjadi agen perubahan yang berprestasi dan mumpuni. Tidak dapat dipungkiri status PNS bukan jaminan mereka bekerja secara professional serta memiliki dedikasi yang tinggi
12. Pengalaman Belajar Menulis
Oleh: Umi Haniah
Bunyi kokok ayam bersahutan di pagi hari, semburat jingga mengintip di balik awan. Rutinitas harian di pagi hari membuatku malas untuk melakukannya. Tempat tidur dan selimut yang nyaman membungkus dari hawa dingin membuat enggan untuk beranjak. Entah mengapa setiap terdengar adzan shubuh tubuh ini berat untuk bangun. Selesai salat selalu kembali untuk tidur begitu seterusnya. Banyak pekerjaan yang terbengkalai karena rasa malas yang menggelayut saat pagi hari. Waktu yang berkejaran dengan pekerjaan rumah dan kewajiban absensi yang harus kulakukan. Kadang membuat pikiran jadi stress
***
Berbekal keinginan mengisi waktu dengan hal yang positif. Aku mulai tertarik untuk belajar menulis, aku ingin menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain berupa tulisan.. Disamping itu, tuntutan pekerjaan dan syarat untuk bisa naik pangkat mau tidak mau memaksaku untuk belajar menulis.
***
Bermula dari membaca postingan di sebuah beranda media sosial facebook ada sebuah penawaran mengikuti pelatihan menulis online. Saat itu aku tertarik untuk mengikutinya karena aku memang ingin belajar, kemudian aku coba ikut mendaftar dan bergabung walau berbayar tidak masalah, karena bagiku ilmu lebih berguna, saat itu aku memilih mengikuti kelas non fiksi.
Setelah bergabung aku mendapat ebook gratis dari penyelenggara untuk dibaca terlebih dahulu sebelum kelas dimulai.
Menulis itu Mengasyikkan, Menyehatkan dan
Memperpanjang Umur
Oleh : Erlina Ika Andarista
Menulis adalah hobiku. Sejak awal tahun 2018, aku mulai aktif menyalurkan hobiku. Aku mulai bergabung dengan beberapa komunitas menulis. Di komunitas tersebut, aku bisa menggali dan memperdalam ide yang dituangkan dalam bentuk tulisan untuk dijadikan sebuah buku.
Beberapa komunitas menulis itu merupakan group di media sosial diantaranya group facebook, whattsapp, telegram dan instagram. Alhamdulillah, tepatnya di awal bulan januari aku sudah bergabung di KMO (Komunitas Menulis Online) dan FLP(Forum Lingkar Pena).
Awal aku bergabung di KMO sempat down dan merasa malas untuk menulis. Aku berpikir apakah bisa aku menyalurkan hobi ini? Konsistenkah aku kedepannya? Dengan penuh keyakinan dan bismillah... akhirnya aku memutuskan untuk belajar menulis.
Seiring berjalannya waktu, aku pun mengenal beberapa penulis melalui media sosial. Walaupun hanya kenal melaui perantara medsos dan belum bisa tatap muka langsung, aku merasa senang karena bisa menyambung tali silaturahim dan memotivasiku untuk menjadi lebih giat lagi dalam menulis.
Menulis itu merangkai kata demi kata. Menulis membuat hidupku semakin berwarna. Mengapa? Karena "Menulis" itu bisa meluapkan segala isi hati dan pikiran. Menulis itu tak harus baik dan teratur dulu. Menulis itu belajar merangkai kata demi kata. Menulis itu bisa mengurangi beban atau meredakan rasa emosional serta kegelisahan dalam diri kita.
14. Petualangan, Berbagi, Riset Dan Menyebarkan Kebaikan
Oleh : Takara Tojeng
Awalnya kegiatan tulis menulis mungkin bukan aktivitas yang aku pikirkan. Apalagi saat masih di Sekolah Dasar dulu, simbol-simbol yang dikenal manusia sebagai huruf menjadi sebuah momok buatku. Di otakku simbol-simbol itu sama sekali tidak memiliki makna apa-apa. Hingga akhirnya aku harus meratapi nasib sebagai anak bodoh yang tinggal kelas di tahun pertama ia mengenal sekolah. Bisa dibayangkan bagaimana perasaanku terhadap kondisi yang aku sendiri tidak bisa memahaminya. Bingung dan terpuruk meratapi nasib. Pada tahun 80-an dimana informasi sangat terbatas kita hanya bisa menerima apa yang terjadi dan melanjutkan hidup.
Baru di masa kini aku mengetahui bahwa yang terjadi padaku adalah sebuah penyakit yang dikenal dengan sebutan Disleksia. Sebuah penyakit gangguan belajar yang menyebabkan kesulitan membaca, menulis dan mengeja. Kondisi ini sama sekali tidak mempengaruhi kecerdasan, penderita disleksia tetap memiliki IQ yang normal. Bahkan banyak penemu-penemu yang memiliki kecerdasan tinggi atau tokoh-tokoh dunia yang justru menderita Disleksia di masa kecilnya, seperti Leonardo Da Vinci, Agatha Christie, Muhammad Ali, John Lennon, Steven Spielberg, Albert Einstein, Henry Ford, Pablo Picasso, Tom Cruise, Alexander Graham bell, Hans Christian Andersen, Walter Elias Disney, Thomas Edison, Michael Faraday, Galileo Galilei, Tom Holland, Steve Jobs, Keanu Reeves. Dan daftar ini akan semakin panjang jika diteruskan.
15. Menembus Tembok “STRONG WHY”
Oleh: Sofyan Hadi
Apa yang terpikirkan oleh mu tentang menulis? jika ada pertanyaan seperti itu aku akan menjawabnya bahwa menulis itu mudah diucapkan sulit direalisasikan. Menuang ide dan gagasan ke dalam bentuk tulisan sepertinya mudah, tapi ternyata sulit untuk dituliskan dalam untaian kalimat yang bermakna.
Menulis dapat menjadi sarana edukasi, sarana ibadah, sarana terbaik untuk melatih kemampuan intelektual, kemampuan emosional, dan kemampuan spiritual kita. menulis juga dapat menjadi sarana terbaik dalam memadukan pikiran dan imajinasi, perkataan, dan perbuatan. Menulis juga menjadi sarana menuangkan ide dan gagasan, bahkan curhatan hati sekalipun.
Tulisan pertamaku adalah sebuah cerpen ber-genre roman, berdasarkan cerita nyata. Cerpen itu bercerita tentang pengalamanku berteman dengan seorang perempuan, dan cerpen itu dikirim ke lomba menulis cerpen nasional, hasilnya dapat ditebak, belum beruntung. Setelah itu, aku tidak pernah lagi menulis baik fiksi maupun non fiksi. Kemudian, setelah 18 tahun, aku baru mulai menulis lagi. Ketika menulis lagi, aku seperti dilahirkan kembali. Penyesalan memang tidak pernah datang diawal dan selalu datang terakhir, jika menulis terus aku lakukan selama delapan belas tahun, tentunya kemampuan dan karyaku sudah banyak.
Menulis memang mudah sekali diucapkan, sulit direalisasikan. Berbicara dalam hati atau pikiran lebih mudah dibandingkan dengan diucapkan secara langsung. Jika diilustrasikan dengan orang, menulis itu seperti kemampuan seorang laki-laki yang memiliki kemampuan komunikasi interaksional dan transaksional ketika akan mengutarakan cintanya pertamakali kepada dengan seorang perempuan, hal apa yang dirasakannya ketika sebelum mengucapkan dan setelahnya. Sulit rasanya ketika mau mengucapkannya, dan terasa “plong” ketika sudah mengucapkannya.
16. Writing For Healing
Oleh: Bellabell
TRAUMATIK MASA KECIL 1
Sulit bagi seseorang yang menyimpan innerchild yang buruk untuk optimis di masa depan. Sejak kecil aku sudah terbiasa diledek oleh teman seumuran, karena di wajah ini ada sedikit cacat. Just a mark, sebuah tanda lahir di pipi sebelah kiri yang cukup besar, sebesar koin limaratusan kuning. Bahkan kakak-kakakku pun turut mengejek dan malu rasanya jika membawaku main bareng ke luar rumah. Dan orangtuaku? Mereka bukan tipe motivator, slow parent.
Setiap masuk pada lingkungan baru aku selalu merasa takut untuk memulai beradaptasi. Mereka selalu mengejek. Aku cuma seorang anak perempuan yang tidak mudah mengekspresikan kemarahan jika ada yang mengejek, balas lewat adu tinju layaknya anak laki-laki. Aku hanya bisa diam menahan tangis di sekolah, bahkan malu. Tidak percaya diri terbentuk semakin dalam, dan terbawa sampai aku remaja.
Padahal aku bukan termasuk murid yang cupu. Aku aktif dalam berbagai kegiatan organisasi, kelompok, nilai yang lumayan, eksis, namun semua itu seperti terbebani untuk lebih unjuk gigi lagi, melihat aku tidak percaya diri dengan penampilanku setiap hari. Bayangkan setiap hari?! setiap hari takut diejek, malu, tidak ada perasaan puas dengan diri sendiri selama tanda lahir itu masih ada di wajahku.
Dan masa itu mulai berat ketika aku merasakan menyukai seseorang. Ya, masa puber. Setiap hari pergi ke sekolah perasaanku dipenuhi rasa tidak percaya diri. Bagaimana jika si A tahu bahwa sebenarnya aku ini tidak cantik? Meskipun mereka teman-temanku sudah cukup mengerti dan tidak bertindak kekanak-kanakan seperti anak SD yang hobi meledek. Aku remaja, mempunyai banyak teman.
Tahun 2000
Tahun ketika aku bisa membaca lancar di kelas 2 SD. Saat itu, tak ada teman berbagi kecuali hanya membaca dan membaca. Aku suka sekali membaca. Bagi aku kecil, majalah kanak-kanak itu seperti teman. Menemaniku dalam sepi, bosan, teman sebelum tidur, mereka menghiburku dalam bentuk cerpen, gambar-gambar penuh imajinasi, sahabat pena, pengetahuan dunia baru, dan selalu ada dunia baru yang baru aku ketahui pasca selesai membaca. Bahkan koran bapakpun menjadi koleksi bacaanku setiap minggu. Di beberapa koran tempo dulu, ada rubik khusus anak-anak.
17. Tidak semudah yang aku bayangkan
Oleh: Ai Nurhayati
Namaku Mutia, aku adalah anak pertama dari dua bersaudara. Di dalam keluarga, aku termasuk anak yang pendiam dan hari-hariku banyak dihabiskan di dalam rumah. Aku hobi menonton tv bahkan bisa seharian penuh aku di depan tv. Beda halnya dengan adikku, dia lebih suka main di luaran. Demikian pun di lingkungan sekolah aku termasuk anak pendiam, tapi aku akif setiap kegiatan sekolah. Aku sering mengikuti kegiatan Rohis (Rohani Islam) karena mengajarkanku tentang agama Islam.
Suatu hari, ketika aku ikut kegiatan Rohis, aku bertemu dengan seorang pria bernama Andi. Menurutku pria itu tidak tampan tapi dia mempunyai karisma yang beda dari pria-pria lain. Dia termasuk pria yang humoris. Setiap kali ada Andi pasti suasana langsung mencair meskipun semula serius dan tegang langsung ceria.
Hari demi hari perasaanku tehadap Andi terasa berbeda, aku menjadi suka memperhatikannya. Tak tahu suka karena sebatas mengaguminya saja atau suka karena cinta? Entahlah, aku sendiri pun bingung dengan perasaanku ini. Semenjak mengenal Andi, aku jadi suka menulis. Hari-hariku, dihabiskan dengan menulis diary, daripada menonton tv lebih baik menulis. Setiap detik, setiap waktu dan setiap kejadian kutulis dalam buku diary. Pokoknya tiada hari tanpa menulis. Aku termasuk anak yang pendiam, pemalu dan tidak banyak bicara, aku lebih suka menuangkan isi hati pada secarik kertas ketimbang harus berbicara langsung karena aku takut kalau perasaan ini ditertawakan dan di tolak.
18. Menjadi Penulis Itu Sesuatu
Oleh: Naila Fauzia
Antologi Pertama
Hampir tidak percaya bahwa tulisan ini adalah bagian dari antologi keenam. Ternyata sudah ada antologi-antologi yang lahir lebih dulu. Menjaga Laut Kita, antologi pertama. Diterbitkan oleh Penerbit Bening Pustaka, Yogyakarta. Niat awalnya hanya ingin mengikuti lomba cerpen yang diadakan oleh salah satu instansi pendidikan. Mengangkat tema tentang laut, kondisi laut yang penuh sampah. “Tak Kan Kubiarkan Kau Pergi Ke Laut”, begitu judul cerpen saya saat itu.
Tiba saat pengumuman, harap-harap cemas. Saya baca pengumuman, mencari dari atas sampai bawah, kalau-kalau ada nama saya di sana. Nihil, tak ada nama saya di sana. Sedih? Sedikit. Tapi tak apa, saya baru mencoba memberanikan diri dengan serius membuat tulisan. Masih ada kesempatan terbentang insya Allah.
Beberapa waktu kemudian, tetangga saya yang juga menjadi perantara sampainya informasi diadakannya lomba tersebut, mengontak saya via whatsapp. Membicarakan perihal hasil lomba. Katanya, ”Maaf ya Mbak. Belum masuk nominasi juara. Tapi masuk 16 besar yang dibukukan.” Apa? Apakah saya tidak salah baca? Alhamdulillah, akhirnya. Girang? Jelas. Hahaha. Ups
19. Kenapa Aku Menulis ?
Oleh: Yanti
“ Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tdak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
( Pramoedya Ananta Toer )
Sederhana, tetapi sangat kuat memotivasi diri untuk menulis. Menulis adalah aktifitas yang sudah kita mulai jauh sebelum jari bisa menggenggam pensil. Menjadikan menulis sebagai habit adalah proses yang tiada henti, menulis adalah kebutuhan adalah titik di mana kita sudah menjiwainya sebagai pilihan hidup.
Perlu motivasi yang kuat agar menulis menjadi aktifitas yang menyenangkan. Temukan alasan yang kuat, hingga kita dapat menulis dengan cinta. Tidak ada tulisan yang tidak salah, tiada penulis besar yang memulai tulusannya tanpa kesalahan. Semua selalu diawali dari yang kecil, tetapi proses belajar membuat kita sampai di titik yang mengantar kita pada keinginan yang akan diwujudkan.
Bagi aku sebagai pemula, menulis adalah aktifitas yang membuat mumet pikiran dan perasaan. Bermula dari suka menulis di wall pribadi, aku memberanikan ikut kelas menulis online secara gratis sejak tujuh bulan yang lalu. Kemudian beberapa kali ikut kelas menulis berbayar seperti kelas menulis artikel dan menulis cerita anak.
Mengikuti beberapa group kelas menulis online dalam waktu yang bersamaan, dengan berbagai penugasan yang membuat aku terengah. Namun, dari sinilah aku memulai semuanya, belajar banyak hal tentang kepenulisan, dari tanda baca sampai hal detil lainnya. Banyak kesalahan yang dilakukan, banyak hal yang harus diperbaiki dan tetap saja aku masih mengulangi kesalahan yang sama.
20. Sebuah Janji Sepanjang Kata
Oleh: Eruni Naya
“Aku berjanji akan menghasilkan buku dari laptop ini.” ucapku penuh percaya diri.
Aku tidak pernah pergi dari ingatan tentang sesuatu yang pernah kukatakan kepadanya bertahun-tahun lalu, seseorang yang masih saja berani menaungi impianku untuk menjadi penulis; Ibu. Di antara kekurangan biaya, beliau membeli sebuah laptop untukku. Seorang anak yang masih lugu dari pengetahuan akan himpitan ekonomi.
Ibu, aku berharap kebaikanmu akan selalu tergantikan
dengan senyum kebanggaan.
Sesungguhnya waktu itu aku hanya memahami tentang keegoisan dan gairah untuk menghasilkan karya. Semenjak kecil aku selalu suka membaca buku di perpustakaan sekolah, dari sana mulai terbentuk berbagai imajinasi lucu yang berkembang menjadi jalan cerita sendiri dalam khayalanku. Tidak ada sedikit pun keraguan untuk menyudahi impianku sebagai penulis.
Awalnya aku masih cukup canggung merangkai kata, itu pun dengan sesekali mengambil gaya penulisan dari salah satu buku yang aku sukai. Sebelum ada laptop, aku menulis secara manual di buku, kemudian mengetiknya di komputer salah satu warnet setelah pulang sekolah. Biasanya aku akan mengupdate cerita di catatan Facebook, perlahan banyak orang yang membaca, menyukai dan mengomentari ceritaku.
Respon pembaca membuatku senang dan merasa dihargai, dari sanalah muncul semangat untuk selalu menulis. Aku mengerti bahwa menjadi penulis dan menghasilkan karya itu harus melalui jalan yang panjang, perluwaktu untuk membangun sebuah kebiasaan agar lompatan imajinasi, karakter penulisan dan pengalaman dalam menghasilkan sebuah karya yang menarik.
21. Sejarahku sebagai proses mewujudkan mimpi
Oleh: Linda Vera Wati
Menulis merupakan sarana menuangkan segala inspirasi dalam sebuah lembaran kertas. Walau sejatinya diri ini masih dalam tahapan belajar. Bagi saya menulis adalah hal yang baru. Mengapa demikian? Karena dari dulu saya gak pernah menciptakan karya sastra. Miris bukan? Dengan bersikeras ingin menunjukkan diri sebagai penulis. Bahkan, hal mendasar dari kuliahnya penulis saja, seperti membaca aku acuh tak acuh. Membaca hanya ketika menyelesaikan tugas saja. Menganggap semua hal itu biasa saja.
Namun pada suatu kesempatan saya dipertemukan dengan banyak orang sukses. Nyatanya mereka semua terlahir dari suatu kata yang selama ini dianggap biasa saja, yakni membaca dan menulis. Gubbrak… kan? Mau mimpi tercapai namun masih terdiam dan stagnan…hahahaha .... nyatanya semua mimpi itu bisa kita wujudkan dengan membaca dan menulis.
Benar adanya dalam Al-Quran telah dijelaskan bahwa surat yang pertama kali turun ialah QS. Al-Alaq di dalam surat tersebut telah diperintahkan bahwa kita harus MEMBACA. Membaca merupakan sebuah gudang ilmu, di mana setiap orang yang sering membaca, dia akan mengalami berbagai perubahan, salah satunya adalah perubahan pola pikir.
22. Menjadi Penulis Hebat yang Bermanfaat Harapanku
Oleh: Rindi Arisanti Nurutami
Pada awalnya tak pernah terpikirkan, bahwa kelak akan menjadi penulis. Walau memang sudah sejak sekolah senang menulis buku harian. Merangkai kata demi kata menjadi satu cerita yang bermakna. Torehkan segala rasa dalam sebuah buku. Melampiaskan segalanya yang tak dapat terungkap lewat lisan. Bagi sebagian orang, menulis adalah ungkapan rasa. Segala suka, duka, gundah gulana bahkan amarah. Semuanya dapat terlukiskan lewat aksara. Bahkan konon menulis bisa menjadi terapi jiwa. Melewatkan segalanya lewat tulisan agar merasa terpuaskan.
Malam hari itu, usai membeli buku melalui bazar online. Anak pertamaku meminta untuk dibacakan buku berjudul Fabel Dunia. Dia begitu antusias menyimak dan mendengarkan tiap tuturan kata dariku. Lain waktu aku meminta dia untuk bercerita pada adiknya. Di luar dugaanku, dia mampu bercerita. Walau ceritanya berantakan tapi dia bisa menyebutkan semua tokohnya. Iya, semua tokoh hewan yang terlibat dalam cerita tersebut. Anak pertamaku mampu mengingat dan menyebutkan semuanya. Melihat itu semua aku semakin sering membacakan buku untuknya. Namun tampaknya dia lebih suka buku bercerita tentang hewan. Dari awal kegiatan itulah muncul keinginan untuk bisa menciptakan dongeng sendiri untuk anakku.
23. Nggak Nulis, Nggak Eksis
Oleh: Reni Hidayat, S.Pd
Menulis adalah pilihan. Pada dasarnya setiap orang bisa menulis, hanya saja ada kemauan atau tidak. Setiap penulis, tentu melewati proses yang tidak singkat untuk mencapai puncak. Terkadang proses itu panjang dan berliku. Namun pantang menyerah adalah kuncinya. Niatkan menulis itu untuk menyampaikan kebaikan (dakwah), demikian nasihat yang diberikan seorang mentor nulis kepadaku.
Perjalanan menulisku berawal sejak usia sekolah dasar. Kurang lebih usia 10 tahun, aku mulai suka menulis. Sepulang sekolah aku menuliskan hal-hal yang menarik yang terjadi di sekolah pada sebuah buku tulis khusus. Misalnya ketika aku mendapatkan nilai sempurna di sekolah, saat aku dimarah guru karena lupa tidak mengerjakan PR, saat ada masalah dengan teman, dan lain sebagainya. Benar-benar hanya sebatas curahan hati hal-hal yang sederhana.
Memasuki usia remaja, selain menuliskan curhahan hati aku juga mulai suka menulis puisi. Tulisan-tulisanku itu sampai terkumpul menjadi beberapa buku diary. Biasanya aku menuliskan puisi saat malam hari di sela-sela kegiatan belajar. Menulis puisi adalah kegiatan yang sangat mengasyikkan. Bagaimana tidak, menulis puisi itu selain memperhatikan isi atau makna tulisan juga memperhatikan keindahan susunan kata dan pilihan kata yang tepat untuk mengeskpresikan makna di dalamnya. Sehingga makna yang ingin disampaikan penulis lebih mengena di hati pembaca. Ketika itu, tujuan menulis bukanlah untuk dibaca banyak orang, namun hanya sekedar untuk mengabadikan setiap pengalaman-pengalaman indah, lucu, konyol, dan sedih yang terjadi sehari-hari. Sehingga jika suatu saat aku ingin bernostalgia dengan masa-masa laluku maka buku-buku itu akan bercerita tentang kisahku.
24. Merajut Asa
Oleh: Lina Mufidah A
“Tulislah apa yang ada dalam pikiranmu, karena itulah jati dirimu.”
Semboyan itu tak hanya tercatat dalam buku, tetapi ikut terpahat dalam otakku. Menurutku, penulis bukan hanya orang yang berbakat. Banyak orang yang menulis hanya karena mereka berminat dengan berbagai alasan seperti untuk menghilangkan penat.
Masih melekat dalam otakku bahwa menjadi seorang penulis bukanlah tujuan utamaku. Mulanya, saat menulis aku merasa mampu menghapus sesak meski setelahnya meninggalkan jejak. Menulis seperti mengukir harapan dan kenangan dalam keabadian. Meninggalkan pesan di setiap perjalanan kehidupan.
Beranjak dewasa, aku terhanyut dengan tulisan-tulisan yang dihasilkan beberapa tokoh hebat. Apa yang telah ku baca berhasil menginspirasiku untuk melakukan hal yang sama. Hingga pada akhirnya aku sadar, tulisan mampu mengubah sebuah pandangan. Seperti pandanganku terhadap seorang penulis yang awalnya dangkal.
Perjalananku untuk membiasakan diri menjadi seorang penulis sangat berliku-liku. Rintangan datang bergantian, membuatku seringkali jemu untuk meneruskan. Kehabisan gagasan, topik yang membosankan, dan masih banyak kemalasan lain yang menyertai. Menulis memang terlihat mudah, tetapi kenyataannya perlu kesabaran ekstra dalam menjalaninya.
Semua orang memiliki tujuan hidup, tetapi kebanyakan gagal memaknai kehidupan. Manusia seringkali menginginkan sesuatu dengan instan, padahal semua hal perlu perjuangan. Jadilah pecinta proses bukan penikmat hasil, dengan begitu hidup akan lebih berarti.
Setiap kali aku lelah dalam berproses menjadi seorang penulis, kalimat di atas mampu membuat gairahku kembali. Aku sadar, untuk meraih sesuatu ada hal tertentu yang harus dikorbankan. Seperti waktu senggangku yang ku habiskan untuk menuliskan apapun yang ku rasakan.
25. Book Diary of Mama
Oleh: Risa Zakiatul Hasanah
Seorang Ibu mematung sambil memandangi kertas bertuliskan coretan. Disana banyak tertulis kata-kata yang kemudian terangkai menjadi sebuah kalimat. Isinya tidak nyambung memang tapi dari gaya bahasanya sungguh keren untuk anak seusianya. Sang ibu kemudian membolak-balik kertas itu semuanya full, penuh dengan tulisan. Dengan mata takjub dan berbinar sang Ibu menatap anak kecil yang sedang bermain boneka itu dengan perasaan sayang kian membuncah. “Putri kecilku.. kau memang memiliki bakat ini”
Setiap hari sang ibu selalu menemukan kertas yang sama, sudah dipenuhi kata-kata. Isinya bermacam-macam. Ada yang menceritakan nama, alamat rumah, ingin jadi apa. Dengan menggunakan bahasa anak-anak yang begitu polos tapi tidak sama dengan anak-anak lain seusianya.
Hingga akhirnya hari demi hari berlalu sang ibu selalu mengumpulkan potongan-potongan kertas yang berserakan itu. dikumpulkannya lalu kemudian di gabungkan menjadi sebuah buku kecil yang bentuknya aneh, lebih tepatnya tidak berbentuk. Karena berasal dari sobekan-sobekan kertas sehingga ketika digabung ukurannya pun menjadi tidak sama. Tapi sang ibu tidak melihat kondisi fisik kertas itu, si ibu melihat sisi lain dari bakat yang dimiliki oleh anaknya, yaitu “menulis”. Suatu kegiatan yang bahkan dirinya pun tidak menyukainya.
Semenjak anaknya menulis di potongan-potongan kertas kecil itu dia kini mulai bisa menyukai kegiatan menulis dan membaca, sedikit. Karena bangganya dengan bakat yang dimiliki oleh sang anak, si Ibu pun selalu menceritakan kepada siapa saja yang ditemuinya. Di warung, di jalan, di teras rumah, di kebun, di sungai, dimana saja tanpa mengenal waktu tanpa mengenal tempat. “Hari ini anak saya menulis ini, coba deh lihat” si ibu menunjukkan potongan kertas yang berisi tulisan anaknya kepada ke dua orang temannya di warung. Disitu terpampang tulisan “HALO NAMAKU ICA, UMURKU 4 TAHUN”.
27. Menulis untuk Peradaban
Oleh: Uswah Hasan
Meskipun diri ini belum layak diberi gelar “Penulis” semoga kisah perjalanan saya menulis menjadi inspirasi bagi yang membaca bahwa usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh akan membuahkan hasil karena usaha tidak akan mengkhianati hasil.
Sebelum mengikuti kelas menulis, saya senang sekali membuat artikel-artikel tentang pendidikan, anak dan keluarga, beberapa artikel saya pernah dimuat di media online Eramuslim.com. Pertama kali mengirim naskah ke meja redaksi karena coba-coba, apakah artikel saya akan dimuat, ternyata dimuat dan bahagianya ketika tahu bahwa tulisan saya dibaca banyak orang. Selain itu, saya juga memiliki akun di sebuah platform citizen jurnalisme, di sana saya lebih suka menulis artikel. Menurut teman yang lebih dulu terjun di dunia kepenulisan, saya memang lebih cocok menulis artikel. Tapi saya tetap ingin mencoba menulis genre lain.
Bulan Desember 2018 adalah awal saya menekuni dunia kepenulisan, mengikuti kelas menulis online baik berbayar ataupun gratis. Di zaman serba mudah ini, jarak tidak lagi menjadi kendala belajar. Dalam satu grup ada anggota yang berasal dari luar daerah bahkan luar negeri.
26. Menjadi “Observer learner” dalam Belajar Menulis
Oleh: Ameliana Tri Prihatini Novianti
Saya relatif sering mengikuti pelatihan daring (dalam jaringan) dan kelas menulis online. Sesuai dengan namanya, semua pembelajaran dilakukan secara online dengan memanfaatkan berbagai aplikasi online untuk memfasilitasi kegiatan belajar, seperti aplikasi Google Classroom, Cisco WebEx, Youtube, Email, Whatsapp, Telegram, QR code, Short Url, dan lain sebagainya. Seringkali untuk memudahkan komunikasi antara pemateri dengan peserta pelatihan/kelas Online, dibuatlah grup Whatsapp atau grup Telegram dan tak jarang pula informasi dan materi juga disampaikan lewat grup tersebut. Tidak ada sesi pertemuan langsung secara tatap muka.
Pada awal mengikuti kegiatan sejenis ini, saya sangat aktif dan antusias mengikuti pembelajaran secara online. Penyampaian materi yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu selalu saya tunggu. Pun demikian halnya ketika dibuka sesi diskusi, saya aktif bertanya dan memberikan komentar. Penggunaan aplikasi-aplikasi online menambah banyak keterampilan baru yang belum pernah saya miliki sebelumnya.
Namun, keaktifan saya itu hanya bertahan beberapa bulan saja. Setelahnya, saya mulai kehilangan semangat. Dikala semangat menguap, saya berada “setengah jalan” dalam mengikuti pelatihan daring untuk salah satu kompetensi yang cukup rumit yang saya submit melalui Official Web Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Open Learning Center (SEAMOLEC). Pada pelatihan daring ini, peserta diwajibkan mengerjakan 6 tugas dan membuat satu proyek akhir. Tugas 1 dan tugas 2 saya kerjakan dengan baik dan mendapatkan nilai sangat memuaskan. Memasuki pertengahan pelatihan daring semangat saya mengendur, awalnya saya tidak begitu khawatir karena semua materi pelatihan daring baik yang tertulis maupun berbentuk video tutorial termasuk tugas yang harus dikerjakan tersimpan secara online dan bisa dibaca kapan saja. Mungkin karena kemudahan akses materi pelatihan daring, saya kemudian menganggap sepele semua tugas yang harus dikerjakan dan berakibat saya mengalami beberapa kesulitan dalam menyelesaikan tugas ke-3 dan tugas ke-4. Dapatlah ditebak, akhirnya terlambat pula saya mengumpulkan tugas-tugas tersebut tepat waktu.
Review Buku Kisah Penulis
Menulis menjadi jembatan penghubung dunia imajinatif dengan dunia realitas, menulis menjadi kendaran pembawa ide dan gagasan sampai pada ruang dan waktu, menulis itu menjadi jendela untuk melihat dunia, menulis itu menjadi pintu masuk untuk membuka penomena-penomena dunia.
Hari ini saya mulai merobohkan pagar tembok penghalang sulitnya menuangkan segala bentuk ide dan gagasan ke dalam tulisan dengan "Mulailah Sekarang" menulis apa saja yang ada dalam benak dan pikiran saya, agar ide dan gagasan saya menjadi inspirasi dan bermanfaat untuk orang lain, tidak terkubur dan mati dalam ruang dan waktu.
MENEMBUS TEMBOK “STRONG WHY”_ Sofyan Hadi
Dia membeli sebuah buku mungil berwarna soft orange yang sangat ingin diberikan kepada putrinya itu. “Tulislah Nak.. tuliskanlah apapun yang kamu mau disini. Suka dukamu menjalani hidup, bagaimana dirimu, hal-hal yang kamu sukai dan hal-hal yang tidak kamu sukai. Ibu sangat menyangimu dan menginginkan kamu menjadi seorang penulis yang hebat”.
Book Diary of Mama_Karya : Risa Zakiatul Hasanah
Awalnya aku hanya menulis di buku dairy, tapi lama kelamaan aku mulai memberanikan diri menulis dan menyimpannya di laptop. Hal ini menjadi sebuah rutinitas yang baru bagiku, aku jadi lebih sering menulis bahkan hampir setiap hari Aku menulis. Sungguh suatu hal yang menyenangkan bagiku ketika Aku dapat meluangkan waktuku untuk menulis drama cerita kehidupanku di laptop, karena Aku bisa merubah bentuk tulisan sesuka hatiku.
Aku Dan Tulisanku Yang Buruk_ Nuzulya Nindi
Bagi yang ingin memesan buku bisa langsung pesan ke nomor 0812-1400-7545 atau langsung klik di PenerbitMJB
Hihi ada diriku di no.16.. Moms institude Wiiihhh keren tambah semangat lagi menulis dan berbagi. Gak sabar pengen baca semua kisah ttg penulis di buku ini :)
ReplyDeleteTerima kasih, ayo semangat.
Deletesiang, moms.... buku ubah tulisan jadi transferan masih ada stock ...... beli buknya dimana ya ...atau pesan dimana
ReplyDelete