-->
Menu
/

Momsinstitute.com - Indonesia begitu menawan untuk sekedar dilukiskan. Begitu indah, sekalipun diungkapkan dengan syair paling syahdu. Begitu banyak objek yang masih perawan dan terjaga oleh waktu. Seperti halnya gua yang menyimpan biota langka dan aneka pesona batu alam. Pelancong lebih banyak menikmati keindahan alam yang terbuka. Sekali membuka mata langsung jatuh hati pada asrinya pemandangan. Namun ada yang tidak bisa ditemukan pada sebuah keindahan di bawah perut bumi . Hanya para penyusur gua lah yang menemukan syurga yang terpendam. 


Novel berjudul Akik dan Penghimpun Senja karya Afifah Afra. Menyajikan cerita pesona bumi Nusantara. Bukan hanya pantai yang membentang, gunung kapur yang berjajar, senja yang selalu menyimpan cinta dan duka,  tetapi juga ikut menelusuri gua Luweng Jaran atau gua labirin karena saking banyaknya lorong yang dimiliki. Ketegangan yang apik yang diramu antara manusia penjaga zaman dengan para caver. 

Selain itu, penulis menyajikan nuansa batu alam yang begitu tertata pada daftar isi, membuat novel ini begitu kental dengan pesona kekayaan Alam. Diantaranya Amethyst, Beryl, Chalcedony, Dolomit, Endokarst, Flowstone, Gypsum, Helektit, Isopoda, Jasper, Kalsit, Limestone, Moonmilk, Nanocrystalline, Onyx, Polje, Quartz, Ruby, Stalaktit, Topaz, Uvala, Vadus, Watertable,  Xenolith, Yakut, Zamrud, Agate, Berlian, Cavepearl, dan Dolina.  

Selain batu alam dan indahnya pemandangan yang di eksplor dalam novel ini adalah senja. Himpunan  senja yang menyimpan ribuan cerita. Seorang perempuan yang begitu setia pada senja.
“Ya, pada akhirnya, perempuan itu berhasil mencintai senja. Di usianya yang menjelang kepala tiga, perempuan muda itu memiliki hampir lima ribu memori tentang senja, yang berarti telah sebanyak itu dia menikmati senja, khususnya di pantai Klayar. Kemarin adalah senja ke-4821. Hari ini, begitu sampai rumahnya, dia akan menggoreskan lagi satu garis, sehingga senja di Klayar yang dia nikmati bertambah satu, menjadi 4822.” (halaman 21-22).

Namun kehidupan Rinanti perempuan penghimpun senja, tak seindah pesona senja yang menawan. Adalah Gunadi suaminya yang begitu menjaga ilmunya dan tidak ingin terusik oleh cinta Rinanti. Bahkan Gunadi begitu setia dipertapaannya dalam waktu yang tidak menentu. Manusia penjaga alam yang begitu membenci makhluk dari dunia baru yang mengusik kesaktiannya.

Fahira Azalea atau biasa disapa Fa, mahasiswi yang mendapat kucuran dana dari UK untuk melakukan penelitian di Luweng Jaran. Rencana Fa hampir mulus ketika menggaet Tim Mapala di Kampusnya. Namun, sosok Anton Yosef Maringka begitu sulit ditaklukkan. Perdebatan yang semakin menuju jalan buntu serta pihak keluarga Fa yang antipati kepada Anton. Tanpa si bos Anton sang pengelana gua-gua, semua akan sia-sia. Fa berusaha terus agar Anton bersedia pergi bersamanya. Hingga ada persyaratan yang harus dilewati Fa. Akhirnya Fa dan tim melakukan penelitian lurung-lurung gulita gua. 

“Take nothing but picture, leave nothing but footprint, kill nothing but time.” (halaman 161).
Mulut Luweng Jaran di depan mata. Anton, sebagai leader, berada terdepan. Setelah peralatan siap, Anton melakukan proses rigging pertama kali dengan tenang. Tubuhnya lincah meluncur ke bawah. Disusul Nania dan Azhar. Giliran Fa melakukan rigging. Walau awalnya gemetar, Fa berhasil melewati pitch pertama, kemudian pitch kedua yang dalamnya sekitar 25 meter. 

“Nanar aku menyaksikan semua itu. Rasa tak percaya membungkus otakku, membuatku sesaat merasa bengong dan seperti kehilangan kesadaran. Chamber itu dikelilingi dinding yang sangat putih. Stalaktit menjuntai anggun dari langit-langit, sementara bebatuan Kristal menghias demgan indah dari langit-langit membentuk formasi soda draw. Ada juga bebatuan gua yang mirip dengan guardin atau kelampu. Indah, benar-benar indah!” (halaman 184).

Hari kedua, kali ini Fa dan tim kembali menuruni mulut gua. Kali ini tempat yang dituju adalah ke lorong air lebih berbahaya dan beresiko daripada gua kemarin. Kedalaman air lebih dari satu meter.
“Luweng jaaran adalah tipe gua dengan swallow hole. Yakni sungai dari permukaan tanah yang menghilang dan masuk ke gua ini. Jadi, dinamika yang terjadi di permukaan sana, akan mempengaruhi sungai bawah tanah ini. Jika hujan deras dan terjadi banjir, maka gua juga akan banjir. Sudah banyak yang terjebak banjir di sini. Bahaya yang paling harus diwaspadai untuk seorang caver pada gua tipe swallow hole adalah banjir.” (halaman 208).

Benar saja Fa terlalu menggebu ketika menemukan syurga bagi penelitiannya. Bergerak terus tanpa peduli peringatan dari Anton. Teman-temannya yang menunggu, Nania, Azhar dan Jaka akhirnya harus kehilangan Fa dan Anton. Keadaan semakin mencekam ketika hujan turun. Yang ditakutkan pun terjadi, yaitu banjir. Nania menangis histeris tak percaya sahabat terbaiknya harus mengalami situasi sulit. Mereka hanya bisa kembali secepatnya ke camp dan minta bantuan tim SAR. 

Genting, tersesat dan lelah melanda. Semua petunjuk jejak hilang seketika. Kabar hilangnya dua manusia telah menggema. Rinanti pun sama mencari suaminya yang sedang murka. Nalarnya berjalan bahwa ada kaitan kejadian dengan suaminya Gunadi. Langkah-langkah duka Rinanti ke kantor polisi, melaporkan apa yang sebenarnya terjadi. 

Kesedihan yang menggelayut, ketegangan yang memuncak, dan ketakutan yang menyelimuti. Dua lelaki dalam gua. Berduel antara dendam dan bertahan hidup. Penunggu zaman dan pecinta alam kini beradu dalam taruhan nyawa. 

Perempuan penghimpun senja telah menunggu di ujung pantai. Matanya terpana menatap gua yang tak mungkin bisa ia memanjatnya. Namun ada rindu ingin bertemu suaminya. Jiwanya melemas saat sesosok benda terlempar dari mulut gua. Perempuan itu menatap tajam, mencoba menilisik untuk mencari sosok itu, tetapi ombak begitu rapi membungkusnya. 

Senja telah datang, namun perempuan itu enggan pulang. Semestinya jika pulang, dia harus menggores satu garis lagi, sehingga angka yang ada berubah menjadi 4823. 

Novel yang membangkitkan jiwa cinta Nusantara. Diksi yang menarik dalam setiap kata. Pesona alam yang tergambar begitu tertata. Penjelasan teknik para caver yang begitu rinci. Seakan pembaca ikut dalam petualangan menyusur gua,  sunyi, sepi, gelap abadi, Acintyacunyata, slogan para caver.


Resensi Buku

Judul  : Akik dan Penghimpun Senja 
Penulis : Afifah Afra
Penerbit         : Indiva
Tahun terbit  : 2015
Jumlah Halaman  : 322  Halaman
ISBN : 978-602-1614-63-1



Postingan kali ini tentang resensi sebuah novel yang saya baca tahun 2015. Masih asyik dibaca lagi dalam waktu luang. Penulisnya adalah salah satu penulis wanita favorit saya. Senang sekali saya kembali menyicipi karya beliau yang selalu sedap dibaca. 

Kebetulan tulisan ini terinspirasi dari trigger postnya mba Puji PWWidayati yang membuat review bukunya. Dalam rangka #KEBloggingCollab untuk kelompok Liliana Natsir.

Salam Inspirasi 

10 comments:

  1. Keren review nya mbak.
    Seru novelnya ya mbak, tambahan ilmu juga tentang batu dan gua...ah jadi pengen beli....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasi Mba Puji, iya saya senang bacanya sampai terpukau dengan hal-hal baru yang ada di novel, jadi ilmu baru.

      Delete
  2. Wah, sudah lama nggak baca novel. Jadi pengen pinjem novelnya.

    ReplyDelete
  3. jarang baca novel, tapi baca review ini menarik juga.

    ReplyDelete
  4. Hampir tidak pernah baca novel, tapi baca review di sini menarik sekali.

    ReplyDelete
  5. Wow... Ini genre novelnya petualangan kayaknya ya. Seru nih. Berapa harganya mbak?

    ReplyDelete

Powered by Blogger.